Demi dapat gelar malam pertarungan, permintaan izin pun dilakukan PT MPB ke Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora), Badan Olahraga Profesional Indonesia (BOPI), Satgas penanganan Covid-19, dan kepolisian.
Bahkan lantaran terkait industri kreatif serta izin venue di area Gelora Bung Karno, pihak penyelenggara juga sempat meminta izin ke Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif serta Kementerian Sekretariat Negara.
Lihat juga:Antara MMA dan Tinju: Mana Lebih Mematikan? |
Pada akhirnya pertarungan One Pride bisa diselenggarakan dengan izin sebagai sebuah program televisi. Acara pun berlangsung di studio.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Stasiun TV lain kan tetap produksi tuh, musik, dangdut, nah ini tetap event olahraga nasional dengan menggunakan area properti pribadi dan protokol kesehatannya dijaga. Pelaksanaan pertama bulan September dipantau Gugus Tugas," kata Eksekutif Produser TVOne, Syahlevi Latief, yang menangani penayangan program One Pride.
"Mereka inspeksi bagaimana setting tempat, masker, sarung tangan, disinfektan, sistem keluar masuk orang, jangan sampai ada penumpukan orang, jadi jadwal kita rapat banget karena benar-benar dipantau ketat."
![]() |
Pria yang akrab disapa Levi tersebut juga mengaku sistem produksi sampai persiapan petarung mengekor UFC yang lebih dulu bertahan di masa pandemi.
"Tapi kan UFC [petarungnya] pakai jet pribadi, di pulau sendiri, ini enggak. [Petarung] dari daerah tes rapid, kalau negatif bisa ke Jakarta, langsung dijemput mobil, tes swab, karantina, masuk hotel, isolasi, enggak ada interaksi dengan orang luar. Paling hanya dengan satu pendamping yang mereka bawa," ucap Levi.
Promotor lebih kecil punya kisah berbeda. Mereka tak bisa menggelar pertarungan karena terikat aturan dan kesulitan mendatangkan sponsor.
"Karena pandemi begini kami enggak bisa ngumpulin banyak orang. Kemarin ada rencana mau bikin enggak usah ada penonton, pakai live streaming YouTube, tapi sponsor melihat yang seru itu penontonnya. Jadi kami ikut tren aja," tutur Yoko Arthi Budiman yang sudah menjadi promotor acara tarung sebelum MMA populer empat tahun belakangan.
Lihat juga:Papua Badboy: Mengusir Usil Lewat MMA |
Hantaman pandemi juga mendarat di kantong para petarung MMA. Selain tak lagi dapat cuan dari berlaga, banyak pula petarung yang kehilangan pendapatan dari melatih lantaran sasana yang tutup atau anggota sasana yang enggan datang di tengah penyebaran virus corona.
"Biasanya kalau ada pertarungan dapat uang tanding, uang bonus dari sponsor. Selama enggak ada pertarungan susah juga, ya kami harus korek dana pribadi," aku Billy Pasulatan pemegang sabuk juara strawweight di One Pride.
Petarung asal Minahasa itu tercatat hanya sekali masuk octagon pada 2020. Beruntung, Billy memiliki bisnis lain yang bisa membuat keluarganya bertahan hidup. Dia mengaku tidak khawatir jika mendapat panggilan bertarung lagi di Jakarta di masa pandemi seperti ini.
"Ya tetap datang kalau ada panggilan. Jangan menolak-menolak panggilan, soalnya kan itu rezeki. Ya urusan yang lain belakangan, nanti saja itu. Pikiran-pikiran negatif dibuang dulu, apalagi di masa pandemi seperti ini, yang penting jaga diri," ucap Billy.
Lihat juga:FOTO: MMA yang Bangun dari Tidur Lama |
![]() |
Adrian Mattheis, petarung yang memiliki kontrak dengan ajang internasional pun mengaku belum lagi naik ring selama satu tahun lebih.
"Kalau tarung One Champiopnship saya terakhir main 2019, tahun 2020 saya tidak tarung sama sekali," kata Adrian Mattheis.
Ia menjaga fisik dengan tetap berlaga brazilian jiu jitsu dan sparring dari gym ke gym. Ia menyatakan metode itu membuat tubuhnya siap dalam kondisi 70 persen. Sementara untuk pemasukan, ia mengakalinya dengan memberi latihan privat.
"Tidak banyak cuma empat orang karena Adrian harus latihan dan harus pintar bagi waktu," ucap petarung berjuluk Papua Badboy tersebut.
Guna mempersiapkan diri tampil dalam pertarungan, para atlet umumnya memang masih berlatih dan menjaga kondisi dengan mematuhi aturan protokol kesehatan di daerah masing-masing.
Menjaga fisik dengan latihan kebugaran adalah latihan yang umum dilakukan petarung. Sementara latihan teknik acap kali dilakukan sendiri, seperti melakukan shadow boxing.
Berlatih tanding memang sukar jadi opsi karena banyak yang khawatir ketularan atau menulari orang lain dalam pertarungan jarak dekat.
Sasana MMA juga tak kalah goyah dengan atlet-atletnya. Tempat latihan yang biasa mendapat pemasukan dari anggota yang berlatih, harus gigit jari di masa pandemi lantaran pemberlakuan pembatasan sosial.
Lihat juga:Cari Cuan di MMA: Jangan Harap Kaya Mendadak |
Selain itu, kebiasaan orang yang berubah-berubah di masa pandemi pun turut membuat sasana atau gym kehilangan pendapatan.
"Apalagi bisnis olahraga harus berinteraksi langsung. Jadi ya memang amat sangat mengganggu. Bahkan persentase penurunan anggota itu signifikan, hampir 50 persen," ujar Angga Yudha Trisnamers, petarung MMA yang juga pemilik sasana Onfire Indonesia.
"Berbicara soal pemasukan sangat berkurang, berkurang banget. Ya merogoh kocek sendiri karena kan banyak faktor. Ada yang takut terpapar covid, itu alasan yang paling banyak," sambung pemilik sabuk juara kelas ringan One Pride.
Pos-pos pengeluaran seperti sewa tempat, listrik, pelatih, menjadi beban berat di dunia MMA ketika mayoritas orang masih memilih berdiam di rumah menghindari penyebaran Covid-19 yang kian menggila belakangan.