Jakarta, CNN Indonesia --
Sebagai legenda badminton Indonesia, Christian Hadinata mencetak banyak prestasi membanggakan dalam kariernya.
Sebagai pemain, Christian menorehkan banyak gelar seperti medali emas ganda campuran Asian Games 1974 bersama Regina Masli, medali emas ganda putra Asian Games 1978 bersama Ade Chandra dan juara ganda campuran All England tahun 1979 berduet dengan Imelda Wiguna.
Christian juga meraih banyak sukses sebagai pelatih. Deret atlet diantarkan Christian meraih puncak prestasi karier, seperti Eddy Hartono/Gunawan yang meraih medali perak di Olimpiade 1992 Barcelona, kemudian disusul medali emas Ricky Subagja/Rexy Mainaky empat tahun berikutnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebagai keturunan etnis Tionghoa, Christian Hadinata terus menunjukkan bukti cintanya buat Indonesia.
Apakah seorang Christian Hadinata pernah mengalami kejadian rasial sebagai keturunan etnis Tionghoa? Seperti apa pandangan sosok yang akrab disapa Koh Chris itu terkait atlet badminton etnis tionghoa di Indonesia?
Berikut wawancara eksklusif CNNIndonesia.com dengan Christian Hadinata alias Tjhie Beng Goat:
1. Anda lahir di 1949 dan kemudian pada 1950-an ada migrasi besar-besaran warga etnis Tionghoa di Indonesia kembali ke China. Apa yang diingat Koh Chris saat itu?
Dulu ada peraturan yang mengharuskan untuk memilih [kewarganegaraan]. Orang tua waktu itu sudah jadi WNI [Warga Negara Indonesia].
 Christian Hadinata meraih banyak sukses sebagai pemain dan pelatih. (CNN Indonesia/Arby Rahmat Putratama) |
Kalau kaitannya sama badminton saya ingat beberapa pemain-pemain yang waktu itu terbaik yang kita punya pulang ke China, Tang Xianhu, Tong Sin Fu, Hou Jia Chang. Mereka seingat saya sudah jago saat itu. Justru mereka yang membangun bulutangkis di China.
2. Bagaimana kehidupan sebagai warga Indonesia etnis Tionghoa di Purwokerto saat itu?
Kota kecil relatif tidak ada masalah dan saya juga bergaul dengan teman-teman dari kampung sekitar saya. Main sepak bola, layangan, kelereng sudah tidak ada jarak, tidak ada masalah apapun, rukun-rukun saja. Tidak ada persoalan sekali. Masa-masa sekolah main ya anak laki-laki semua.
Saya tinggal di Desa namanya Kauman Lama, Kebon Dalam. Saudara saya masih ada yang di sana. Waktu audisi PB Djarum di Purwokerto, saya pernah menyempatkan datang menengok bekas rumah kecil saya. Dulu rumah saya bersebelahan dengan sekolah, sekarang rumah saya sudah jadi sekolah yang diperluas.
3. Apa latar belakang keluarga Christian Hadinata?
Masing-masing punya talenta, bakat. Saya memang dari SD, SMP, SMA senangnya olahraga. Dan ayah seorang pendidik, guru sekolah bukan pebisnis. Yang lain saudara lebih memilih kaitannya dengan akademi, sekolah jadi dokter insinyur elektronik, tidak ada yang jadi pebisnis.
[Gambas:Video CNN]
Keluarga saya tidak ada turunan bisnis. Ada yang ikut ayah jadi pendidik. Saya juga jadi guru, jadi pelatih badminton. Seumur-umur saya tidak pernah mencoba bisnis. Dunia saya badminton sejak dulu sampai sekarang.
4. Kapan mulai mengenal badminton dan kapan mulai serius ingin jadi atlet badminton?
Dari SD, SMP saya sudah main badminton. Ya lingkungan yang mengenalkan saya dengan badminton. Mulai serius karena lihat Tan Joe Hok jadi juara All England pada 1958. Dia jadi pebulutangkis pertama asal Indonesia yang jadi juara All England.
Kagum juga saya badminton bisa bersaing dengan orang luar negeri. Jadi sosok Tan Joe Hok jadi inspirasi, meskipun waktu itu saya sempat hampir menyerah, dalam arti dulu badminton buat keluarga itu jadi olahraga yang mahal banget.
Raketnya tidak punya, sepatu saja tidak punya. Mau beli mahal, ayah ibu tidak mampu buat modalin main badminton. Tapi jalan keluar muncul ketika saat mewakili sekolah main badminton hadiahnya dapat raket, sepatu, dapat kaos.
 Ricky/Rexy menjadi salah satu pemain asuhan tersukes Christian Hadinata. (ROBYN BECK / AFP) |
Waktu itu saya tidak akan main badminton kalau tidak diajak teman. Teman saya lebih mampu dari segi ekonomi, jadi dia yang modalin saya pinjam.
Orang tua saya utamanya pendidikan dulu, karena ayah saya guru SD, jadi nomor satu sekolah dulu. Tapi mereka tidak melarang saya karena lingkungan juga main badminton.
5. Dorongan apa yang membuat Christian Hadinata yakin badminton bisa jadi jalan hidup? Apa juga dipengaruhi keberhasilan atlet etnis Tionghoa sebelumnya seperti Tan Joe Hok?
Ya keberhasilan Tan Joe Hok jadi juara All England itu. Saya baca di surat kabar, dia hebat banget. Setelah itu mulai ada cita-cita juga jadi pebulutangkis. Tapi ya itu, sempat redup karena tidak ada modal.
Sama sekali tidak ada bayangan memilih badminton jadi jalan hidup dan bisa jadi begini. Titik baliknya itu ketika kakak saya di Bandung memanggil saya untuk kuliah di Bandung. Sejak itu lebih teratur latihannya, kakak saya yang mengurus semuanya. Anter latihan, menemani, membelikan raket, itu sekitar 1968-1969 waktu saya masuk Sekolah Tinggi Olahraga di Bandung.
6. Dalam perjalanan menuju atlet terkenal, pernahkah Christian Hadinata mengalami perlakuan rasial?
Tidak pernah sama sekali. Tidak pernah saya ingat ada kejadian seperti itu. Dulu teman-teman kuliah di Bandung juga berbeda, tapi penerimaan dan sikap mereka terhadap saya baik banget.
[Gambas:Video CNN]
Bahkan saat saya mulai menjalani pertandingan dan saya jadi juara All England, saya diundang main ke kampung mereka. Mereka kaget saya bisa jadi juara 1972 itu, mereka langsung menawarkan untuk main ke kampung mereka, memberanikan diri ajak saya menginap di rumah mereka.
7. Banyak cerita pebulutangkis legendaris soal kesulitan membuat identitas. Bagaimana cerita Christian Hadinata soal SBKRI (Surat Bukti Kewarganegaraan Republik Indonesia) dan KTP?
Saya ingat, saya mengurus paspor semua lancar-lancar saja. Saya mengurus surat kewarganegaraan di Pengadilan Negeri Purwokerto, urus paspor di imigrasi Bandung juga lancar-lancar aja. Dulu harus memilih itu.
8. Salah satu kemenangan fenomenal Christian Hadinata adalah di Kejuaraan Invitasi Asia ketika mengalahkan ganda China yang jadi bukti Indonesia lebih hebat dari China di 1976. Bagaimana Christian Hadinata mengenang hal itu?
Ya memang kalau bicara soal lawan, negara yang kuat itu China. Memang bisa dikatakan saya paling babak belur kalau lawan China, saya sering banget ketemu mereka.
China itu sempat memisahkan diri tidak masuk IBF [International Badminton Federation]. Waktu itu saya main di Bangkok, Thailand bareng Iie Sumirat mengalahkan Tong Si Fu.
Memang dulu peta persaingan bulutangkis itu berubah dengan China memisahkan diri. Jadi kita lebih sering ketemu pemain Eropa dan negara Asia lain. Jadi kalau juara rasanya biasa saja karena tidak mengalahkan China, karena di tunggal putri, ganda putra/putri dan campuran luar biasa.
Jadi setiap kali ketemu di arena resmi, seperti Asian Games, Kejuaraan Invitasi Asia, tentu kami jadi sangat termotivasi untuk mengalahkan China dan jadi juara yg lebih lengkap karena mengalahkan China.
9. Mental seperti apa yang dibutuhkan untuk bisa seperti Christian Hadinata yang tak pernah kalah di final Piala Thomas?
Kalau saya rumusnya sederhana, apalagi dalam pertandingan tim seperti Thomas Cup. Orang lain boleh kalah, tapi saya dan partner saya tidak boleh kalah.
Kalau tim kita menang 3-2, saya harus ada di salah satu kemenangan itu. Kalau regu saya yang kalah 2-3, saya harus yang ada di dua poin yang menang itu.
Mental pokoknya setiap event yang saya hadapin saya anggap saja final dan saya tidak berusaha mencoba menghilangkan. Misalnya, biasanya ada kalimat, "Enggak apa-apa saya kalah, tapi kan teman saya menang", jangan sampai begitu.
 Indonesia juara Piala Thomas 1998 di Hong Kong (Dokumentasi istimewa dari Candra Wijaya) |
Saya enggak peduli temen saya kalah atau menang yang penting saya harus menang.
10. Dalam kehidupan sehari-hari di luar sebagai atlet, apakah Christian Hadinata pernah mendapatkan perlakuan rasial?
Tidak pernah sama sekali. Malah sampai detik ini menurut saya luar biasa banget kalau saya ke mall orang masih kenal. Masih ajak foto, ngobrol, sama sekali tidak ada pandangan yang minus. Justru saya terharu banget orang masih kenal saya dan mau menyapa, bahkan minta foto.
11. Mengapa setelah pensiun sebagai pemain, Christian Hadinata langsung meneruskan karier sebagai pelatih?
Sebetulnya ada jeda waktu dua tahun setelah pensiun jadi atlet. Saya magang jadi pelatih dulu di PB Djarum. Kalau orang Jawa bilang, "Enggak ujuk-ujuk jadi pelatih", karena pilihan jadi pelatih di bulutangkis itu luar biasa berat.
Saya sempat berpikir karier sebagai atlet lumayan bagus apakah jadi pelatih juga bisa membuat prestasi anak-anak didik bagus? Ada juga pertanyaan dalam diri seperti itu.
Sebelum memutuskan jadi pelatih, saya harus belajar dulu. Magangnya dulu di PB Djarum. Ada namanya Mas Anwari, beliau ikut mengajari saya jadi pelatih di Djarum Kudus. Saya banyak konsultasi sama dia. Sekarang beliau sudah meninggal dunia lebih dulu.
[Gambas:Video CNN]
12. Salah satu kemenangan fenomenal Indonesia di masa Christian Hadinata jadi pelatih adalah ketika menang Piala Thomas 1998 di Hong Kong saat kerusuhan rasial di Indonesia terjadi. Apa yang bisa diingat oleh Christian Hadinata tentang momen itu?
Memang keadaannya waktu itu sulit, tapi luar biasa buat saya, pelatih dan atlet itu justru jadi motivasi lebih besar untuk menunjukkan apa yang terjadi di Indonesia waktu itu tidak semuanya begitu. Kami ingin kasih tahu, kami bawa nama baik negara yang saat itu sedang kacau.
Dan saat itu kami diapresiasi banget sama lawan. Mereka heran keadaan di Tanah Air seperti itu, tapi main luar biasa jadi juara. Momen bersejarah.
Rasa khawatir ada waktu itu, karena keadaan dalam negeri kacau tapi kami percaya bahwa pimpinan kami, manager kami Pak Agus Wirahadikuauma meminta nomor telepon keluarga terdekat. Beliau memerintahkan petugas aparat untuk menjaga keluarga kami. Dan itu juga yang bikin kami tenang.
Memang sesuatu yang sulit untuk dicerna dalam logika kita. Kita di luar negeri berjuang mati-matian untuk bawa nama baik negara, tapi justru di dalam negeri terjadi kekacauan. Tidak pernah terbayang waktu itu bagaimana.
13. Bagaimana cara Christian Hadinata menenangkan pemain di Piala Thomas 1998 dan di saat bersamaan menghilangkan kekhawatiran terhadap kondisi keluarga di Indonesia?
Pertama kita sendiri jangan ikut panik. Kedua, harus betul-betul karena tiap pagi, siang, sore, malam kan lihat di TV kejadian itu diulang-ulang terus. Pemimpin dan pelatih kami diminta harus berpikir positif. Kami juga telepon langsung ke orang rumah memastikan mereka aman dan ada petugas yang jaga, semua oke. Jadi itu buat kami lebih tenang saat itu.
Saya bilang ke pemain, kita harus menunjukkan kemampuan terbaik meski kondisi negara sedang tidak karuan. Kita harus tetap menunjukkan sebagai bangsa yang besar dan melakukan hal yang positif melalui olahraga bulutangkis.
 Christian Hadinata selalu senang bisa mengalahkan China saat masih menjadi pemain. (CNN Indonesia/ M. Arby Rahmat) |
Sedikit banyak kami waktu itu berharap pandangan orang luar negeri terhadap Indonesia tidak seburuk kejadian di Indonesia. Kondisi itu juga membakar jiwa nasionalisme pemain dan semua ofisial untuk membuktikan dengan berjuang kalau kita bukan bangsa lemah.
14. Bagaimana kehidupan etnis Tionghoa setelah reformasi terjadi menurut Christian Hadinata?
Memang satu sisi kebebasan mengemukakan pendapat terbuka luas. Memang tetap dengan catatan harus dengan koridor tertentu yang harus dipatuhi, meskipun kadang suka ada yang melewati batas-batas koridor tersebut.
Jadi bebas mengemukakan pendapat. Banyak kritik yang baik sejauh membawa hasil positif dan bagus.
15. Apa harapan Christian Hadinata terhadap kehidupan etnis Tionghoa di Indonesia saat ini?
Secara umum saya rasa sudah bagus. Meskipun sekarang kita semua sedang dalam kesulitan, semua berusaha keras untuk saling membantu, saling mendorong untuk bertahan. Kita harus bisa jadi contoh juga hidup bernegara yang baik dalam bidang masing-masing.
Harapannya, harusnya tidak ada batas lagi antara etnis dengan yang bukan etnis. Jangan ada sekat-sekat lagi, semua kita satu sebagai bangsa warga negara Indonesia yang bisa membangun Indonesia bersama-sama dalam bidang masing-masing.
16. Dengan pengalaman di dunia badminton selama sekitar 50 tahun, apa hal spesial yang membuat etnis Tionghoa punya kemampuan hebat di dunia badminton?
Waktu saat saya jadi pelatih saya selalu sampaikan bahwa prestasi bukutangkis Indonesia kalau saya analogikan seperti di atletik itu pertandingan lari estafet 4x100 meter. Dulu senior kita sudah berprestasi luar biasa, ibaratnya mereka pelari pertama.
Setelah saya main sebagai pelari kedua, pemegang tongkat kedua, selanjutnya larinya tetap kecang untuk menyerahkan tongkat ke pelari selanjutnya. Semua bertanggung jawab.
Sekarang eranya Kevin Sanjaya Sulamuljo/Marcus Fernaldi Gideon, Mohammad Ahsan/Hendra Setiawan dan semua sektor lain saatnya mereka memegang tongkat. Tidak boleh kesusul sama lawan untuk menyerahkan tongkat estafet ke pemegang tongkat selanjutnya.
17. Banyak yang berpendapat kehebatan badminton di China tak lepas dari migrasi sejumlah pemain badminton yang sebelumnya berasal dari Indonesia. Bagaimana Christian Hadinata melihat pandangan itu sebagai pemain yang aktif di tahun 70-an alias satu dekade setelah proses migrasi besar-besaran terjadi?
Besar banget pengaruhnya, karena orang-orang kita yang ke sana, China, adalah mereka yang mempopulerkan bukutangkis di Indonesia. Jadi sekarang bulutangkis di China jadi sangat kuat. Istilahnya orang kita yang ke sana menajdi pioneer untuk bulutangkis.
China jadi kuat, jadi termotivasi juga buat pemain mereka sekarang, kita juga kan adi terinspirasi. Kejadian itu sangat berpengaruh buat perkembangan bulutangkis di China sampai saat ini.