PODIUM HIJAB

Perjuangan Atlet Berhijab Mencapai Kesetaraan

CNN Indonesia
Rabu, 14 Apr 2021 16:00 WIB
Atlet wanita muslim berhijab memiliki perjuangan luar biasa dalam berburu prestasi di pentas olahraga internasional.
Sara Ahmed, lifter berhijab tampil di Olimpiade 2016. (AFP/STOYAN NENOV)
Jakarta, CNN Indonesia --

Atlet berhijab memiliki perjuangan luar biasa dalam berburu prestasi. Mereka yang mengenakan hijab tidak saja berharap naik podium dalam kejuaraan, tetapi juga menginginkan pahala dari Allah subhanahu wata'ala.

Dua target tersebut coba dijalankan para atlet wanita tersebut di waktu yang bersamaan. Hanya saja, upaya mereka tidak semudah membalikkan telapak tangan.

Di samping pandangan miring banyak orang, termasuk dari para rival yang notabene sesama atlet, atlet berhijab ini juga harus lolos dari peraturan dalam cabang olahraga itu sendiri.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Olimpiade Rio de Janeiro 2016 di Brasil seperti jadi tonggak dari era baru atlet berhijab. Sejumlah atlet yang mengenakan hijab menuai prestasi: mulai dari Sara Ahmed yang meraih perunggu di cabang angkat besi kelas 69 kg, hingga Ibtihaj Muhammad yang juga mendapat perunggu di cabor anggar nomor tim sabel putri.

Ibtihaj Muhammad menjadi wanita pertama muslim yang mengenakan hijab untuk kontingen Amerika Serikat di Olimpiade pada 2016. Dia juga jadi wanita muslim Amerika pertama yang meraih medali di multi-cabang empat tahunan tersebut.

Sementara itu Sara Ahmed menjadi wanita pertama Mesir yang meraih medali selama 104 tahun negara tersebut ikut Olimpiade. Selain itu Sara Ahmed juga jadi wanita pertama dari Arab yang memenangi medali Olimpiade cabang angkat besi.

Capaian-capaian dari Ibtihaj Muhammad dan Sara Ahmed itu mampu membuka 'mata dunia' tentang pandangan terhadap atlet wanita berhijab.

Bisa jadi Ibtihaj jadi salah satu yang beruntung sebagai atlet muslim berhijab. Karena sebelum kesuksesannya di Brasil, tidak sedikit atlet berhijab yang dilarang tampil mengikuti turnamen karena mengenakan hijab. Alasannya dianggap membahayakan dirinya sendiri dan juga lawan karena bentuk hijab yang tidak simpel.

Federasi Bola Basket Internasional (FIBA) jadi salah satu yang pernah melarang 'hijab' dalam kompetisi mereka. FIBA tidak melarang secara langsung penggunaan hijab, akan tetapi menggunakan istilah 'pemain tidak boleh memakai peralatan (benda) yang dapat menyebabkan pemain lain cedera'.

Pada 2016, Amaiya Zafar yang berusia 16 tahun didiskualifikasi dari kejuaraan Nasional Tinju Sugar Bert karena panitia menganggap hijab yang dikenakannya melanggar kode keselamatan mereka.

Kulsoom Abdullah juga pernah mendapat adangan dari Badan Angkat Besi Amerika Serikat karena tidak mengizinkannya mengenakan lengan panjang, celana, dan hijab sebagai pengganti singlet.

Baru setelah Kulsoom Abdullah mengeluarkan siaran pers soal alasan tidak bisa bertanding sebagai wanita Muslim, federasi angkat besi itu mengizinkannya mewakili Pakistan di kompetisi internasional.

[Gambas:Video CNN]

Kulsoom Abdullah yang berdarah Pakistan-Amerika jadi lifter berhijab pertama yang mengikuti kejuaraan internasional pada Kejuaraan Dunia Angkat Besi 2011 di Paris, Prancis, saat itu Kulsoom memilih menjadi wakil Pakistan. Larangan tampil mengenakan hijab sempat membuat Kulsoom berprasangka.

"Sepertinya karena takut atau tidak suka pada apa yang mereka anggap [negatif], atau bahwa itu akan mengambil alih dunia, bisa dikatakan begitu," ucap Kulsoom.

Akan tetapi, pandangan dan perlakuan dunia olahraga terhadap atlet berhijab kini berubah.

Dikutip dari Rollingstone.com, sejumlah pihak menilai Ibtihaj Muhammad adalah katalisator pembawa perubahan bagi atlet wanita Muslim. Bukan saja karena pencapaian luar biasanya di Olimpiade, tetapi juga efek setelahnya.

Ibtihaj Muhammad jadi salah satu atlet Olimpiade yang paling banyak dibicarakan seperti halnya Michael Phelps dan Simone Biles.

Pada masa tersebut, Ibtihaj melakukan yang terbaik demi menangkis sorotan berlebihan pada agamanya, atau apa yang dia kenakan saat berkompetisi di tingkat dunia.

Banner Video Highlights MotoGP 2021

Lebih dari itu, lewat hijab dan pencapaiannya tersebut, Ibtihaj sukses menunjukkan keanggunan dan kerendahan hati di panggung olahraga terbesar di dunia.

Ibtihaj tampil di kompetisi anggar ketika berusia 13. Orang tuanya memilih anggar sebagai olahraga untuk Ibtihaj karena dianggap cocok untuk yang berhijab.

Bahkan salah satu perusahaan apparel besar dunia, Nike, memiliki pendapatan kurang dari US$5 miliar atau setara dengan Rp73,108 triliun dalam waktu kurang dari 5 tahun penjualan hijab olahraga.

Nike menggunakan ketenaran Ibtihaj di Olimpiade 2016 sebagai langkah mendukung gerakan 'pro hijab'. Meskipun pada akhirnya, merek dagang Louella yang jadi milik Ibtihaj sendiri tidak terlibat dalam kampanye Nike tersebut.

Hijab Bukan Halangan dalam Olahraga

BACA HALAMAN BERIKUTNYA

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER