Sebagai seorang pemain basket profesional, saya sebenarnya tidak tinggi-tinggi banget. Kalau dibilang pemain yang cepat juga tidak, dan skill juga rata-rata saja..he..he..he
Tetapi banyak yang bilang saya pemain yang pintar. Saya disebut pemain yang cerdik saat berada di lapangan untuk menutupi kekurangan yang saya miliki. Di zaman itu saya sudah dikenal dengan sebutan point center.
Sebagai seorang bigman, saya bisa main dengan baik di area dalam dan juga luar. Akurasi tembakan tiga poin saya juga cukup baik untuk ukuran seorang center.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dulu saya bisa begitu seiring kehadiran pemain asing di kompetisi basket profesional Tanah Air. Saya dituntut mengembangkan diri jika masih ingin masuk starter tim.
Kalau tidak berupaya keras untuk menaikkan level kemampuan, maka siap-siap jadi cadangan mati karena tempat diambil alih oleh pemain asing. Cara saya itu terbukti berhasil dan performa saya ikut meningkat di lapangan.
Saya juga beruntung karena di mana pun saya bermain selalu bisa juara. Bahkan di ajang SEA Games, saya berhasil meraih medali perak sebagai pemain dan juga pelatih.
Dari sekian banyak prestasi yang saya raih di klub, saya bisa bilang semua itu punya nilai yang sama. Hanya momennya saja yang berbeda.
Kalaupun mau dibedakan maka prestasi yang saya dapat bersama timnas sebagai pemain dan pelatih yang nilainya berbeda. Karena membela negara itu sesuatu yang nilainya lebih tinggi dari apapun.
Sebuah kehormatan buat saya bisa membela negara di ajang internasional. Apalagi saat kami meraih medali perak di SEA Games 2001. Perasaannya luar biasa karena itu perak pertama untuk Indonesia di ajang basket.
Ketika memutuskan beralih jadi pelatih, saya juga banyak dibantu oleh coach Ocky Tamtelahitu di Satria Muda. Dia yang memberikan dukungan penuh kepada saya untuk jadi seorang pelatih.
![]() |
Di awal karier saya, dia yang menjejali saya dengan dengan buku-buku tentang kepelatihan. Kami berdiskusi dan belajar bersama-sama. Semuanya bermula dari sana.
Meskipun sebelum benar-benar terjun jadi pelatih profesional, saya sudah merintis karier saya untuk sampai ke sana. Saya tajamkan kemampuan saya dari sana.
Saat masih aktif bermain sekitar 1996, saya jadi pelatih tim SMP dan berlanjut melatih tim kampus, Perbanas pada 1998. Perbanas berhasil saya antarkan jadi juara Liga Basket Mahasiswa pada masa itu.
Awalnya memang bukan hal yang mudah bertransisi dari pemain ke pelatih. Secara pribadi waktu itu saya merasa lebih enak bermain karena adrenalin kita terpacu dan berkeringat di lapangan.
Kondisinya berbeda saat jadi pelatih. Jadi pelatih itu kepala yang pusing karena harus memikirkan banyak hal. Kadang juga terlintas mending gue aja yang main daripada loe, saat ada pemain yang tampil tidak sesuai ekspektasi..ha.ha..ha
Tetapi seiring berjalannya waktu saya menemukan enaknya jadi pelatih. Jika diumpamakan sebagai pelatih saya bisa mengisi sebuah kertas kosong dengan suatu tulisan atau puisi.
Ini suatu hal yang menurut saya keren. Pemain yang belum tahu apa-apa kita bentuk dan kita latih hingga bisa mengukir prestasi. Buat saya itu sudah merupakan sebuah pencapaian.
Terlebih tidak semua pemain punya bakat untuk jadi pelatih, tidak semua orang punya kemampuan itu. Michael Jordan pemain yang bagus tapi dia tidak memilih jadi pelatih, begitu juga dengan Magic Johnson. Dia sempat sebentar jadi pelatih tapi akhirnya meninggalkan peran itu. Panggilan berbeda-beda.
Maka dari itu saya merasa diberkati luar biasa bisa sukses sebagai pelatih. Saya datang dari kampung ke Jakarta hingga bisa berprestasi seperti sekarang. Saya pikir itu berkat luar biasa yang Tuhan kasih buat saya.
Saya juga tidak lupa dari mana asal saya. Alasan itu juga yang membuat saya membangun lapangan basket di Manado. Saya ingin mengembangkan bakat-bakat yang ada di sana, membuat akademi, dengan harapan muncul bakat-bakat baru untuk Indonesia.
Sekarang saya menjabat sebagai General Manager Pelita Jaya. Saya juga punya target meraih prestasi luar biasa seperti yang pernah saya lakukan bersama Satria Muda dengan posisi saya yang sama pada saat itu.
Bisa dibilang saya sangat puas dengan apa yang saya dapatkan sampai sejauh ini. Sebagai pemain saya meraih satu medali perak SEA Games dan dua kali medali perak pada 2017 dan 2015 sebagai pelatih. Mimpi saya untuk basket Indonesia bisa meraih medali emas dan saya meyakini suatu saat kita pasti bisa meraihnya.
Pada 2015 kami sudah cukup dekat dengan medali emas itu. Dua menit terakhir pertandingan, kita hanya tertinggal tiga poin dari Filipina. Peluangnya ketika itu masih sama besar, tapi akhirnya banyak faktor yang membuat kami gagal. Namun, suatu saat nanti saya percaya medali emas itu akan jadi milik kita.
(har)