WAWANCARA EKSKLUSIF

Sekjen PSSI Yunus Nusi: Blunder, Bumper, dan Jawab Keraguan

CNN Indonesia
Jumat, 18 Jun 2021 13:35 WIB
Sekjen PSSI Yunus Nusi menjawab soal diragukan, menjadi bumper PSSI, blunder, hingga naturalisasi Timnas Indonesia dalam wawancara dengan CNNIndonesia.com.
Prestasi Timnas Indonesia menjadi prioritas PSSI saat ini. (Dok. media PSSI)

Anda pernah beberapa kali blunder soal sikap/pernyataan PSSI. Misalnya, saat penunjukan Bali United dan Persija sebagai wakil Indonesia di Piala AFC, sehingga menuai protes Persipura serta terlambat dalam memberikan informasi tentang putusan AFC ke publik. Kenapa hal itu terjadi?

Ketika saya masuk di kesekjenan banyak hal yang harus saya evaluasi, saya harus sempurnakan karena banyak hal yang ditinggalkan. Menurut saya sebagai seorang sarjana manajemen, banyak yang harus saya lakukan untuk dalam rangka kinerja yang lebih baik di PSSI.

Makanya saya minta kewenangan kepada Ketua Umum untuk menambah tenaga dan sumber daya di sana. PSSI itu di sisi lain sebagai organisasi cabang olahraga sepak bola, tapi juga ada usaha di mana-mana terkait sponsor. Nah, dengan sekian banyak tugas dan tanggung jawabnya, saya butuh orang-orang yang kompeten untuk membantu saya.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Karena kesibukan dan banyak yang harus saya kerjakan kadang hal ada yang tidak ter-cover, staf saya yang mungkin kebiasaan atau apapun itu melakukan kesalahan. Setelah itu apapun itu, pasti saya yang bertanggung jawab dan pasti saya yang disalahkan.

Saya bersyukur ada kejadian dan masalah seperti itu. Artinya itu sebagai pijakan saya. Akhirnya dari situ ada beberapa yang harus saya ubah di internal kesekjenan supaya hal itu tidak terjadi lagi.

Semasa menjabat di Persisam Samarinda Anda termasuk sosok yang vokal di sepak bola nasional, apa alasannya?

Di sepak bola musuh di lapangan hanya 45 menit setelah itu selesai jadi teman lagi. Tidak ada masalah apa-apa. Sejak dulu zaman Nurdin Halid saya juga memang sudah biasa teriak-teriak seperti itu.

Pada masanya, Persisam pernah jadi klub yang disegani di Liga Indonesia. Tapi kini menghilang setelah berubah menjadi Bali United. Bagaimana itu bisa terjadi?

Banner Testimoni

Karena waktu itu dihentikan pendanaan oleh pemerintah, sehingga tidak bisa kita paksakan dan mau tidak mau kami membuat kebijakan untuk melepas Persisam kala itu. Pemilik saham tidak punya kemampuan untuk membiayai. Jadi jalan satu-satunya apa boleh buat, itu yang harus dilakukan karena klub profesioanl tidak bisa lagi dibayai pemerintah.

Maunya sih kita terus yang mendanai klub itu, karena hobi juga di sana tapi apa boleh buat, kita tidak punnya kemampuan keuangan untuk membiayai Rp20-Rp25 miliar setahun tidak sanggup, ya akhirnya dijual. Sedihlah, orang klub tempat kita enak-enakan bisa menjalankan hobi.

Apa benar Anda pernah jadi suporter Persisam pada masanya?

Saya ini jadi suporter mulai nonton dari atas pohon karena tidak ada uang buat beli tiket nonton Putra Samarinda melawan Persisam Samarinda, sampai saya bisa nonton di VVIP. Itu kehidupan namanya. Dari mulai naik-naik tembok supaya bisa nonton karena tidak ada uang saat SMP sampai SMA, sampai sekarang bisa begini.

Ada jejak-jejak yang dilihat persis teman saya itu jadi hikmah dan jadi cerita buat saya sat ini.

Di Persisam itu saya mulai dari pasang spanduk, umbul-umbul di klub terus jadi Panpel. Kemudian pelan-pelan masuk ke manajemen sampai ke Asprov terus jadi pemilik, lalu jadi Exco dan sekarang jadi Sekjen di PSSI. Jadi semua ada prosesnya tidak langsung begitu saja.

Di masa pandemi saat ini, hal paling penting apa yang menjadi fokus PSSI?

Kita prioritas lebih ke timnas karena di negara kita tidak ada kompetisi, sedangkan di negara lain ada kompetisi, di FIFA/AFC ada pertandingan.

Apalagi kita lihat bagaimana sedihnya anak-anak kita di Timnas Indonesia melawan Vietnam yang tidak pernah putus kompetisinya. Sementara anak-anak kita hanya ikut Piala Menpora.

Mereka habis dibombardir oleh Vietnam yang wajar karena kompetisinya tidak pernah putus. Jadi di tengah pandemi pemikiran kami ke sana, bagaimana bisa kita dapat izin untuk melakukan seluruh kegiatan timnas, seperti training camp dan uji coba termasuk kompetisi.

Ketua Umum, Exco dan Direktur Teknik sudah memprediksi bahwa akan ada Kualifikasi Piala Dunia, ada SEA Games, ada Piala AFF. Kalau kita tidak ada kompetisi, izin uji coba saja susah. Sementara lawan-lawan kita, mereka mau uji coba negara tidak ada masalah, diberikan keleluasaan, kompetisinya jalan.

Beruntung ada pemain seperti Egy Maulana Vikri, Asnawi Mangkualam dan Witan Sulaeman yang main di luar. Tapi kebanyakan yang lainnya cuma merasakan main di Piala Menpora saja. Sebab muaranya, semuanya mau sehebat apapun Exco-nya, Ketua Umum, Sekjen, kalau Timnas tidak berprestasi tetap saja tidak dapat pengakuan.

Soal Timnas Indonesia, tanggapan Anda terkait Shin Tae Yong yang sempat menuai kontoversi kadang bersitegang dengan PSSI ?

Saya sih biasa saja. Pelatih hebat kadang begitu, punya tingkat emosi dan kita juga harus menerima itu karena banyak yang mereka inginkan tidak bisa tercover PSSI.

Soal proses naturalisasi Ezra Walian dan Sandy Walsh bagaimana?

Pernyataan yang bilang Sandy Walsh diminta Shin Tae Yong gabung Timnas Indonesia itu enggak ada, itu hoax. Shin Tae Yong tidak pernah mengatakan demikian kepada Indra Sjafri dan federasi.

Soal Ezra, ini kan 3-4 tahun lalu naturalisasi yang tidak selesai dilakukan. Lalu tiba-tiba di kepengurusan saya seolah-olah kami yang tidak mampu. Loh yang tidak mampu siapa? {Red-wawancara dilakukan sebelum proses alih status Ezra Walian ke FIFA selesai}

Lucunya, ini baru kita minta dari orang tuanya dan alhamdulillah orang tuanya Ezra kasih ke kami akte yang lahir di sini. Dari dulu tidak pernah ada komunikasi dengan orang tuanya Ezra juga. Pantes saja tidak selesai. Siapa yang mengurus dulu sampai tidak selesai?

Plt Sekjen PSSI Yunus NusiSekjen PSSI Yunus Nusi memiliki perjalanan panjang di dunia sepak bola nasional. (CNN Indonesia/ Adhi Wicaksono)

Saya perintahkan Departemen Teknik dan Domestik Internasional PSSI untuk komunikasi sama FIFA untuk urus porgres yang punya Ezra. Mudah-mudahan, dipanggil atau enggak sama Shin Tae Yong, itu bukan urusan kami, yang penting kami juga akan memberikan bantuan seperti apa yang dilakukan PSSI kepada Marc Klok. Kalau saya yang urus, dari dulu ini sudah tuntas.

Soal Sandy Walsh, sebenarnya begini, yang butuh pemain naturalisiasi itu timnas yang direkomendasi pelatih. Bukan pemain yang butuh naturalisasi. Sejak kapan Indonesia punya prestasi karena naturalisasi? Tidak ada.

Maka tahun ini kalau ada naturalisasi ada tahapan-tahapan yang harus dilalui. Untuk naturalisasi pemain 32 tahun, terus cuma dua kali main abis itu habis [kariernya]. Yang kita tidak inginkan, mereka mau naturalisasi ketika negara lain tidak memakainya, ketika mereka sudah sakit, tidak laku lagi. Enak-enaknya mereka minta naturalisasi di Indonesia?

Mana keluarganya yang darah Indonesia, datang dong selagi usianya 22 tahun. Ini datang kalau sudah tidak laku di negaranya, mentang-mentang orang tuanya orang Indonesia, sudah cedera, baru minta naturalisasi.

Kita enggak tabu sama naturalisasi, tapi kalau mau dinaturalisasi harus dapat rekomendasi dari pelatih, dari direktur teknik, tapi naturalisasi yang menguntungkan untuk timnas.

Sekarang belum ada lagi yang dinaturalisasi. Saat ini kita tunggu Shin Tae Yong. Setelah dari Dubai akan ada evaluasi, dia akan kami panggil masalahnya di mana dan apa solusinya. Lalu akan kami bicarakan dengan Ketua Umum, Exco, Departemen Teknik, Shin Tae Yong dan stafnya.

Sosok Ketua Umum PSSI di mata Anda?

Pertama beliau orangnya humanis, senang bercanda, kalau ada seorang pemimpin dengan karakter begitu enak masuknya, ngobrolnya itu yang saya lihat. Di samping beliau sosok pemimpin yang tegas yang memiliki pengetahuan, bayangkan saja beliau tiga kali jadi Kapolda, pernah jadi pejabat gubernur, sekretaris Lemhanas.

Kalau dari teori kepemimpinan beliau punya semuanya. Tapi dalam adaptasi di sepak bola yang saya senang beliau transparan. Ketika beliau tidak tahu, beliau bertanya ke Exco, ke saya, ke yang punya pengalaman dan dia akui dia harus banyak belajar.

Beliau juga tidak ambil keputusan secara otoriter dan individual. Beliau tetap mengundang Exco, Sekjen berembuk buat ambil keputusan.

Kalau diomelin, itu juga yang saya harus akui beliau seorang pemimpin, pasti tidak mungkin saya sempurna. Tapi beliau tidak pernah melakukan sesuatu yang memalukan kita. Jadi walaupun saya salah, dia dengan guyon ngomongnya, kasih tahunya, jadi asyik, jadi enggak mempermalukan kita, tidak melecehkan kita di depan umum.

Pemimpin yang begini yang harus kita jaga. Dia tidak emosional dan tidak buat kita malu di hadapan umum. Beliau juga seperti itu ke staf-staf yang lain.

(har)

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER