Kebijakan jalan berbayar elektronik atau electronic road pricing (ERP) diperkirakan belum bisa diterapkan tahun ini.
Masalahnya, regulasi sebagai payung hukum untuk kebijakan ini masih akan dibahas lebih lanjut antara Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dengan DPRD.
Regulasi yang dimaksud adalah Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Pengendalian Lalu Lintas Secara Elektronik (PPLE).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sekarang masih dalam proses di DPRD, raperda namanya, itu masih ada beberapa tahapan, nanti dibahas di DPRD, diolah sesuai dengan kewenangannya masing-masing terus jadi Perda," kata Pj Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono di Balai Kota Jakarta, Rabu (11/1).
Heru mengatakan setelah menjadi perda, masih ada proses lainnya sebelum kebijakan itu diimplementasikan. Mulai dari menyusun aturan turunan hingga penunjukkan pengelola.
Aturan turunannya itu bisa dalam bentuk peraturan gubernur atau keputusan gubernur. Setelah itu ada proses bisnis, yakni mengenai siapa yang akan mengelola.
"Nanti siapa yang mengelola, badan usahanya apa, itu juga dibahas dengan DPRD. Baru tahapan berikutnya adalah mengenai titiknya di mana saja," ujarnya.
Di sisi lain, Heru mengatakan Pemprov DKI perlu berkoordinasi dengan pemerintah pusat untuk penentuan tarif. Sebelumnya, Dinas Perhubungan DKI Jakarta sudah mengusulkan tarif ERP berkisar antara Rp5 ribu sampai Rp19 ribu.
"Tarif saya tidak menyampaikan, tapi masih perlu pembahasan dengan tingkat pusat. Kira-kira itu, masih ada tujuh tahapan. Itu (Raperda) dibahas mulai tahun 2022 dan dilanjutkan mungkin 2023," ungkap Heru.
Sementara itu, Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Syafrin Liputo mengatakan saat ini pihaknya masih fokus penuntasan regulasinya. Saat ini, kata dia, raperda itu sudah masuk dalam program pembentukan peraturan daerah oleh DPRD.
Syafrin mengatakan pihaknya menargetkan raperda mengenai jalan berbayar elektronik ini dapat rampung pada tahun ini.
"Ditargetkan tahun ini persiapan regulasinya bisa selesai," kata Syafrin.
Wacana ruas jalan berbayar di Jakarta ini sudah mengemuka sejak Gubernur Sutiyoso atau Bang Yos. Mulanya, wacana ini dilempar Bang Yos pada 2004 dengan meminta ERP diterapkan bagi kendaraan pribadi yang lewat Blok M-Kota berlaku 2006.
Namun, setelah hampir 19 tahun dan tujuh gubernur silih berganti memimpin Jakarta, kebijakan ini tak kunjung terlaksana.
(dmr/fea)