Jakarta, CNN Indonesia -- Presiden Susilo Bambang Yudhoyono membeberkan kronologi kesepakatan dengan Koalisi Merah Putih terkait Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) Pilkada. Dalam serentetan twitnya di akun @SBYudhoyono, sang presiden membeberkan pula siapa saja yang meneken perjanjian tersebut.
Menurut SBY, prosesnya dimulai pada 30 September malam. Ada kekeliruan dalam penyebutan hari. SBY menyebut Kamis, 30 September malam. Padahal, tanggal 30 September adalah hari Selasa.
Pada 30 September malam itu, Hatta Rajasa, besan sekaligus calon wakil presiden dari Koalisi Merah Putih, menemuinya. Tak disebutkan di mana pertemuan itu, tapi SBY bilang Hatta membawa pesan dan harapan dari pimpinan partai di Koalisi Merah Putih.
Malam itu, kata Presiden SBY yang juga Ketua Umum Partai Demokrat ini, Hatta mengatakan koalisi menginginkan Demokrat bergabung dengan mereka di DPR dan MPR. “Ajakan itu saya respons positif, dengan satu catatan,” kata SBY.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Catatannya adalah Koalisi Merah Putih harus setuju Perpu Pilkada yang disusunnya untuk menggantikan UU Pilkada kontroversial yang mengembalikan pemilihan kepala daerah ke tangan DPRD.
Masih di hari yang sama, Hatta, kata SBY, kemudian menyampaikan pesan itu kepada Koalisi Merah Putih. Malam itu juga, koalisi setuju untuk mendukung Perpu Pilkada.
Keesokan harinya, tanggal 1 Oktober, pembicaraan dengan Koalisi Merah Putih berlanjut. “Saya ingin ada persetujuan hitam di atas putih untuk dukung Perpu,” kata SBY.
SBY juga mengaku menghubungi langsung Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie tentang kesepakatan tersebut. Saat itu, menurut SBY, Ical sedang berada di luar negeri.
Pada hari itu juga, pukul 20.00 WIB, SBY menerima lembar kesepakatan berisi:
1. Kebersamaan di DPR dan MPR
2. Dukung Perpu Pilkada Langsung dengan perbaikan
Kesepakatan itu ditandatangani semua Ketua Umum dan Sekretaris Jenderal partai Koalisi Merah Putih. Mulai dari Partai Golkar, Gerindra, PAN, PKS, PPP, dan juga Demokrat. Khusus PPP, kesepakatan hanya ditandatangani Ketua Umum.
Lebih jauh SBY bertanya, mungkinkah kesepakatan dilanggar? “Politik memang dinamis, tetapi tetap ada etikanya, saya percaya KMP,” katanya.