Jakarta, CNN Indonesia -- Lembaga Survei Indonesia (LSI) memberikan sejumlah catatan dan kritik akhir tahun kepada Komisi Pemilihan Umum dan Badan Pengawas Pemilu terkait penyelenggaraan Pemilu 2014, salah satunya terkait praktik politik uang yang marak.
“Pemilu Legislatif 2014 adalah pemilu legislatif paling brutal dalam hak praktik money politics. Politik uang lebih banyak terjadi pada pemilihan DPRD tingkat II (kabupaten/kota), disusul DPRD tingkat II (provinsi), baru DPR RI,” kata peneliti LSI Burhanuddin Muhtadi dalam seminar ‘DKPP Outlook 2015: Refleksi dan Proyeksi’ di Gedung Graha Wicaksana Lembaga Administrasi Negara, Pejompongan, Jakarta Pusat, Kamis (18/12).
Untuk diketahui Indonesia telah menggelar pemilu legislatif sebanyak 11 kali. Satu pemilu –Pemilu 1955– digelar di masa pemerintahan Orde Lama di bawah Soekarno. Enam pemilu berikutnya –Pemilu 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997– digelar di masa pemerintahan Orde Baru di bawah Soeharto.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sementara empat pemilu sisanya –Pemilu 1999, 2004, 2009, dan 2014– digelar di era Reformasi, dengan rincian Pemilu 1999 berlangsung di bawah pemerintahan BJ Habibie, Pemilu 2004 berlangsung di bawah pemerintahan Megawati Soekarnoputri, dan Pemilu 2009 serta 2014 berlangsung di bawah pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono.
“Harus ada upaya untuk menekan praktik money politics,” ujar Burhanuddin.
Berdasarkan catatan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), terdapat 8 kasus politik uang yang melibatkan penyelenggara pemilu sepanjang 2014.
Sementara kasus pelanggaran prosedur pelaksanaan tahapan pemilu oleh KPU atau Bawaslu berjumlah 72 sepanjang 2014, dan kasus keberpihakan penyelenggara pemilu terhadap peserta pemilu berjumlah 52.
“Sepanjang 2014, pengaduan yang masuk berjumlah 885,” ujar anggota DKPP Nur Hidayat Sardini. Pengaduan tersebut terentang dari kinerja KPU ataupun Bawaslu di pusat, provinsi, dan kabupaten/kota.
Dari 885 pengaduan tersebut, tercatat hanya 328 perkara yang disidangkan, sementara sisanya tidak lolos verifikasi untuk disidangkan.
Perkara paling banyak diterima DKPP pada Juni 2014. Peningkatan jumlah aduan masuk dan sidang perkara disebabkan oleh pelaksanaan Pemilu Legislatif 9 April 2014.
Meski Pemilu Legislatif 2014 marak praktik politik, Burhanuddin memuji penyelenggaraan pemilu dan mengapresiasi kinerja KPU. “Saya beri nilai A untuk KPU dalam menyelenggarakan pemilu tahun ini,” kata dia.
Ketua DKPP Jimly Asshiddiqie berharap kehadiran DKPP dapat meredam konflik yang tejadi selama dan pasca pemilu. Ia juga berharap etika politik di tanah air dapat tumbuh makin baik.