Jakarta, CNN Indonesia -- Isu
reshuffle membayangi pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla pada semester pertama pemerintahannya. Isu yang terus dihembuskan itu mungkin tidak akan segera terwujud dalam waktu dekat. Penanda utamanya, Megawati Soekaroputi, yang kembali terpilih sebagai Ketua Umum DPP Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), belum memberikan restu untuk perombakan kabinet kerja.
Wacana
reshuffle akan makin kuat seumpama dalam Kongres IV PDIP di Bali yang baru saja selesai, Mega memberikan sinyal bahwa pemeritahan tidak bekerja efektif karena ada menteri-menteri yang tidak optimal melakukan pekerjaan.
Mega tak menyebut sama sekali soal itu, apalagi menyebut kata
reshuffle. Dalam pidato saat Kongres, Mega malah lebih banyak memberikan peringatan ke Jokowi. Salah satunya adalah soal Jokowi harus sejalan dengan partai. (Baca juga: Mega:
Presiden Sudah Sewajarnya Jalankan Garis Politik Partai)
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Peringatan kepada Jokowi ini terjadi sejak mantan Wali Kota Surakarta itu terpilih menjadi Presiden. Hubungan Jokowi dengan PDIP pun tak sehangat dulu. Beberapa elite PDIP merasa kesulitan untuk melakukan komunikasi dengan Jokowi. Ada orang-orang yang berada di sekitar mantan Gubernur Jakarta yang dinilai menjadi penghalang. (Baca juga:
Soal Pidato Mega, Kepala Staf Jokowi: Masa Saya Oportunis?).
Banyak yang mengasosiasikan orang-orang di sekitar Jokowi itu yang disebut Mega sebagai penumpang gelap. Orang-orang yang mendukung Jokowi saat kampanye namun menyalip di tikungan untuk kepentingannya sendiri.
Mega lalu mengingatkan lagi di pidato penutupan kongres lima tahunan itu. Dengan jelas dia menyatakan bahwa semua yang ada di pemerintahan maupun di legislatif adalah petugas partai. Kalau tidak mau disebut atau jadi petugas partai diminta keluar dari PDIP. (Baca juga:
Megawati: Jika Tak Mau Disebut Petugas Partai, Keluar!)
Dalam sikap politik resmi PDIP di penutupan kongres pun, tidak disebutkan lagi soal peningkatan kinerja pemerintahan atau
reshuffle. Yang ada PDIP menegaskan akan berjuang, memastikan, mengawal, dan mengamankan kebijakan politik dan program-program pemerintah pusat sebagai pemenuhan janji kampanye. (Baca juga:
Tutup Kongres, Megawati Umumkan 7 Sikap Politik PDIP).
Tidak ada sinyal
reshuffle dari Mega menguatkan pernyataan yang disampaikan pemerintah sebelumnya. Wakil Presiden Jusuf Kalla menegaskan bahwa dirinya belum pernah sekalipun diundang Presiden Jokowi untuk membahas soal
reshufle.
Bahkan menurut JK, masih terlalu cepat untuk membahas soal perombakan menteri. Menteri Sekretaris Negara Partikno usai itu juga memastikan bahwa Istana belum pernah membicarakan soal pergantian anggota kabinet. Meski demikian, dia menambahkan, bahwa evaluasi menteri dilakukan oleh Presiden setiap waktu, apalagi pada saat rapat kerja. (Baca juga:
Jokowi dan JK Belum Pernah Bahas Perombakan Menteri)
Isu
reshuffle awalnya muncul sejak beberapa survei dilakukan oleh lembaga konsultan politik. Umumnya, hasil survei menunjukan penurunan kepuasan publik terhadap kinerja pemerintahan Jokowi. Meski turun, kepuasan publik terhadap kinerja Jokowi dan JK masih di atas 50 persen.
Survei ini kemudian ditiup menjadi wacana
reshuffle oleh beberapa pihak. Hanya saja, pihak yang meniupkan itu bukan dalam lingkaran utama Jokowi atau Jusuf Kalla. Isu
reshuffle di kabinet Jokowi yang dilontarkan oleh PDIP misalnya disampaikan oleh anggota DPR Efendi Simbolon dan Masinton Pasaribu. Keduanya, tidak masuk dalam kabinet Mega yang baru di DPP PDIP. (Baca juga: PDIP:
Tidak Ada Salahnya Kawan di Istana Introspeksi)
Pihak lain yang bahkan lebih maju soal
reshuffle kabinet ini adalah dari relawan Jokowi yang menamakan diri mereka Pro Jokowi atau Projo. Mereka bahkan sudah menyiapkan 14 nama menteri yang layak untuk digeser. Daftar itu akan diberikan kepada Jokowi saat setahun pemerintahannya, Oktober mendatang. Tetapi dengan peringatan yang disampaikan Mega pada Kongres lalu, Jokowi perlu berhitung ulang. (Baca juga:
Projo Siapkan Nama 14 Menteri yang Harus Diganti)