Dua Opsi Lain agar Golkar dan PPP Bisa Ikut Pilkada

Aulia Bintang Pratama | CNN Indonesia
Kamis, 21 Mei 2015 08:10 WIB
Opsi lain yang ditawarkan Joko Widodo seperti menunggu putusan inkrah atau melalui jalur islah.
Presiden Joko Widodo (kedua kiri) saat menerima kunjungan Ketua DPR Setya Novanto (kiri) dan empat Wakil Ketua DPR yakni Fadli Zon (ketiga kiri), Agus Hermanto (ketiga kanan), Taufik Kurniawan (kedua kanan), dan Fahri Hamzah (kanan) di Kantor Presiden, Jakarta, Senin (18/5). (AntaraFoto/ Andika Wahyu)
Jakarta, CNN Indonesia -- Pemerintah memberikan beberapa opsi lain untuk menyelesaikan masalah partai berkonflik agar tetap bisa ikut Pilkada 2015. Opsi tersebut muncul menyusul rapat konsultasi mengenai wacara revisi Undang-Undang Pilkada dan Partai Politik antara pimpinan DPR, Komisi II DPR, dan Presiden Joko Widodo yang mengindikasikan adanya penolakan wacana tersebut dari pemerintah.

Wakil Ketua DPR RI Taufik Kurniawan mengungkapkan beberapa opsi ditawarkan Joko Widodo selaku Presiden Indonesia, seperti menunggu putusan berkekuatan hukum tetap (inkrah) atau melalui jalur islah. Namun, ada dua opsi lain yang muncul saat konsultasi tersebut dilakukan, yaitu arbitrase dan penerbitan peraturan pemerintah pengganti undang-undang.

"Sebelum rapat konsultasi dengan DPR, Presiden lebih dulu berkonsultasi dengan semua lembaga tinggi negara. Hasilnya adalah presiden menganggap waktu yang mendesak menjadi alasan penolakan," ujar Taufik kepada CNN Indonesia.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Untuk arbitrase dan perppu kemarin sama sekali tidak disarankan tapi itu menjadi salah satu yang memungkinkan meski tidak dianjurkan," katanya.

Taufik menambahkan, usulan arbitrase dan perppu diungkapkan Jokowi setelah melakukan konsultasi dengan ketua-ketua lembaga tinggi negara. Namun sekali lagi Taufik menegaskan usulan tersebut tidak dianjurkan.

Menurut Taufik, Presiden tetap mengusahakan sengketa partai politik bisa diselesaikan melalui incracht atau melakukan islah. Taufik beranggapan mekanisme jalannya persidangan yang masih melalui banding dan kasasi akan memakan waktu cukup panjang.

Sementara itu, waktu yang mendesak membuat harus ada keputusan cepat agar partai politik yang sedang berseteru bisa mendaftarkan calon kepala daerah sebelum tanggal 26 hingga 28 Juli 2015.

"Memang ruang untuk mempercepat incracht sangat tergantung pada dinamika di persidangan. Maka dari itu islah menjadi pilihan lebih baik," ujarnya.

"Untuk tahap ini barangkali situasinya disarankan untuk diselesaikan secara internal dari partai politik. Untuk tahap berikutnya akan ada peraturan lebih jelas dan revisi UU Pilkada secara lebih menyeluruh," ujar Taufik.

Sebelumnya, Taufik Kurniawan mengungkapkan Presiden Joko Widodo secara implisit menolak rencana revisi terbatas undang-undang Pilkada. Hal tersebut disampaikannya usai melakukan rapat konsultasi bersama Presiden Jokowi siang tadi di istana.

"Secara implisit Pak Jokowi menolak," ujar Taufik di Gedung DPR, Jakarta, Senin (18/5).

Lebih lanjut, Taufik mengatakan, penolakan tersebut terlihat dari adanya permintaan Jokowi kepada DPR untuk mempertimbangkan kembali rencana tersebut. Padahal, Taufik mengaku, besar harapan DPR mendapat lampu hijau dari Jokowi atas rencana tersebut.

"DPR mengharapkan green light. Tapi Presiden Jokowi meminta DPR untuk mempertimbangkan ulang," katanya.

Tak hanya itu, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Tedjo Edhy Purdijatno mengungkapkan jika Presiden Indonesia Joko Widodo menolak wacana revisi UU Pilkada tersebut. Menurut Tedjo UU tersebut sama sekali belum digunakan maka tidak bisa direvisi kembali.

"Presiden sudah menyatakan ditolak maka tetap menggunakan UU No. 8 Tahun 2015," kata Tedjo saat ditemui di Istana Negara, Selasa (19/5). (utd/obs)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER