Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Sekretaris Negara Pratikno menegaskan bahwa Presiden Joko Widodo (Jokowi) tidak berniat untuk merevisi Undang-undang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK).
"Jadi Bapak Presiden itu tidak ada niatan untuk merevisi UU KPK," ujar Pratikno di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Kamis (25/6).
Alih-alih merevisi UU KPK, kata Pratikno, Presiden ingin fokus dalam merevisi UU KUHP dan KUHAP yang memang sudah menjadi agenda sejak lama, sehingga harus segera diprioritaskan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Hanya sayangnya sekarang ini kan sudah masuk Prolegnas sebagaimana yang disampaikan DPR. Oleh karena itu, Presiden minta Menkumham untuk membicarakan dengan DPR. Nah, makanya mungkin surat yang disampaikan Menkumham berkaitan dengan itu," kata dia.
Pratikno mengaku telah mendapatkan informasi bahwa Menteri Yasonna telah mengirimkan surat kepada pimpinan DPR. Hanya saja dia belum membaca langsung surat tersebut.
Sebelumnya, Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) mengungkapkan bahwa Presiden Jokowi belum menerbitkan Surat Presiden perihal revisi UU KPK.
"Surat dari Presiden itu belum. Kalau pemerintah berarti harus Presiden melalui Surat Presiden," kata JK di Jakarta, Rabu (24/6).
Oleh sebab itu, JK menegaskan belum ada keputusan atau sikap final dari Jokowi terkait revisi UU KPK. Pembahasan soal revisi Undang-Undang No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi masih menjadi perdebatan meski DPR sudah sepakat memasukkannya ke Program Legislasi Nasional Prioritas 2015.
Sementara itu, Pelaksana Tugas (Plt) Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Taufiqurrachman Ruki dengan yakin menyampaikan, Presiden Jokowi menolak rencana dan usul revisi Undang-Undang KPK. Penolakan dilakukan karena Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 7 Tahun 2015 tentang Aksi Pemberantasan dan Pencegahan Korupsi ditujukan untuk kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah, namun KPK akan tetap membantu mengawasi.
"Pesan Presiden untuk KPK, Kejaksaan, dan Polri bekerja secara sinergi, tetapi yang paling menggembiarakan, dengan tegas Presiden mengatakan bahwa tidak ada keinginan Presiden melemahkan KPK. Oleh karena itu, revisi UU KPK, Presiden menolak," ujar Ruki.
Rencana melakukan revisi UU KPK selama ini kerap menuai pro dan kontra. Keinginan merevisi UU Nomor 30 tahun 2002 tentang KPK itu terakhir dibahas tahun 2012. Draf revisi UU KPK yang diajukan Komisi Hukum DPR saat itu dinilai melemahkan fungsi lembaga antirasuah.
Sebut saja draf yang mengatur soal penyadapan dan penuntutan. UU KPK yang ada saat ini memberi kewenangan luas kepada KPK dalam melakukan upaya penyadapan tanpa perlu meminta izin pengadilan dan tanpa menunggu bukti permulaan yang cukup.
Namun dalam draf itu, KPK diwajibkan meminta izin tertulis dari ketua pengadilan negeri sebelum melakukan penyadapan dan harus mengantongi bukti permulaan yang cukup. Hanya dalam keadaan mendesak saja penyadapan dapat dilakukan tanpa meminta izin tertulis ketua pengadilan negeri. Frasa "keadaan mendesak" ini tentu saja sangat terbuka untuk diperdebatkan.
Draf itu mendapat penolakan dengan sejumlah argumentasi, di antaranya permintaan izin dapat menyebabkan kebocoran informasi; menimbulkan konflik kepentingan jika penyadapan terkait pemberi izin; dan memperpanjang birokrasi yang justru menyulitkan proses penyelidikan dan penyidikan di KPK.
(meg)