Jakarta, CNN Indonesia -- Wakil Sekretaris Jenderal Partai Gerindra Aryo Djojohadikusumo menyatakan ketua umumnya, Prabowo Subianto, tidak marah kepada Fadli Zon terkait pertemuan sang Wakil Ketua DPR dengan bakal calon presiden Amerika Serikat dari Partai Republik Donald Trump, usai DPR melakukan kunjungan kerja ke New York.
"Pak Prabowo tidak marah dengan Pak Fadli. Sudah ada pertemuan di antara keduanya setelah Pak Fadli kembali dari New York. Tapi saya tidak tahu persisnya kapan," ujar Aryo kepada CNN Indonesia.
Berdasarkan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Partai, kata Aryo, keputusan tertinggi ada di Dewan Pembina Partai sehingga ia tidak bisa menilai pertemuan antara Fadli Zon dan Trump.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Aryo, kunjungan Fadli ke AS sebenarnya tidak menyalahi aturan, sebab Fadli ke AS untuk kepentingan nasional, yaitu mengikuti konferensi parlemen internasional.
"Sebagai salah satu pimpinan Dewan, Pak Fadli memiliki tugas dan fungsi berbeda dengan anggota dewan yang lain, misalnya melakukan negosiasi dengan pihak lain," ujar keponakan Prabowo itu.
Selain bertemu Trump, kata Aryo, Fadli dan rombongan DPR saat itu sesungguhnya juga akan menemui banyak pihak, salah satunya Hillary Clinton yang kebetulan bakal calon presiden AS dari Partai Demokrat.
"Peretemuan dengan Hillary gagal karena ada ketidakcocokan waktu. Jadwal Hillary sangat padat saat itu," ujar Aryo.
Sebelumnya, Fadli Zon mengatakan pertemuannya dan Ketua DPR Setyoa Novanto dengan Donald Trump digelar atas bantuan pengusaha Hary Tanoesoedibjo. “Bukan fasilitator, tapi hanya membantu," kata Fadli dalam konferensi pers di Gedung DPR RI.
Sementara Setya Novanto mengatakan telah dihubungi oleh Trump sebelum bertemu. “Pertemuan dengan Donald Trump berawal dari inisiasi Trump yang menghubungi saya untuk menyempatkan diri berkunjung ke gedung miliknya," kata dia.
Saat ini Setya dan Fadli akan menghadapi proses di Mahkamah Kehormatan Dewan menyusul laporan sejumlah anggota DPR atas langkah keduanya bertemu Trump yang diduga melanggar kode etik karena Trump merupakan bakal kandidat presiden AS.
(agk)