Jakarta, CNN Indonesia -- Kalangan internal Partai Golkar mengakui pergantian anggota Mahkamah Kehormatan Dewan dari Fraksi Golkar sebagai sinyal yang sangat jelas untuk menguatkan posisi Setya Novanto di kursi ketua DPR. Namun ada ganjalan dalam perombakan tersebut menyangkut jabatan anggota yang baru masuk ke MKD.
“Pergantian itu sebagai tanda kuat terhadap penguatan posisi Setya Novanto. Seharusnya Kahar Muzakir dan Ridwan Bae tidak boleh rangkap jabatan, sebagai anggota MKD dan anggota Banggar,” kata Wakil Sekretaris Jenderal Partai Golkar Sirajuddin Abdul Wahab kepada CNN Indonesia, Selasa (1/12).
Sirajuddin, yang berharap Fraksi Golkar segera melakukan penyesuaian terhadap persoalan itu mengatakan sampai saat ini rakyat belum melihat itikad baik dari MKD sebagai benteng etis dan moral DPR.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia memandang dramatisasi jauh lebih menonjol dibanding progres kerja MKD. Substansi persoalan yang dilaporkan oleh Menteri ESDM Sudirman Said masih berkutat pada seputar pergantian anggota MKD bagi beberapa fraksi. “Soal laporan yang tidak memenuhi unsur, soal terbuka atau tertutup persidangan MKD, upaya penyuapan pimpinan MKD, pertarungan KMP vs KIH, semuanya itu sangat menjenuhkan,” tuturnya.
Sirajuddin menyatakan bahwa seyogyanya MKD harus punya keberanian untuk memutuskan rapat MKD terbuka, dan untuk memenuhi asas etika dan martabat perwakilan rakyat, serta MKD harus segera membentuk Tim Panel Adhoc. “Karena itu dimungkinkan menurut aturan DPR RI tentang Tata Beracara MKD,” ucapnya.
Sekretaris Jenderal KNPI itu menjelaskan pembentukan Tim Panel AdHoc ini bertujuan untuk menjaga martabat Setya Novanto sebagai Ketua DPR RI. Karena selama isu ini terkuak mengenai pencatutan nama Presiden dan Wakil Presiden, Setya Novanto tetap berkeras mengatakan tidak pernah mencatut nama pimpinan negara.
Kerja Tim AdHoc inilah, lanjut Sirajuddin, yang akan membuktikan benar atau tidaknya karena Tim AdHoc tersebut melibatkan unsur masyarakat, asas keterbukaan, dan kepastian hukum. “Rasa kepuasaan publik terpenuhi, dan ini juga bisa merehabilitasi nama serta mengembalikan martabat Ketua DPR apabila benar-benar tidak terbukti bersalah,” ujarnya.
(obs)