Jakarta, CNN Indonesia -- Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Zulkifli Hasan sepakat dengan usulan penambahan anggota Komisi Pemilihan Umum dari unsur partai politik. Menurut dia, politikus bisa memberi keseimbangan dalam proses pelaksanaan pemilu ke depan.
Meski mendukung, Zulkifli menyebut para politikus yang nantinya mendaftar harus tetap memenuhi persyaratan tertentu. Hal itu untuk mengantisipasi masuknya unsur kepentingan di balik pencalonan tersebut.
“Saya berpendapat dari Parpol atau tidak, silakan saja. Bebas. Yang penting kompetensi dan integritasnya memenuhi persyaratan,” ujar Zulkifli di Gedung DPR, Jakarta, Senin (27/3).
Selain persyaratan, Ketua Umum PAN itu berkata, politikus yang terpilih sebagai anggota KPU harus mengundurkan diri dari parpol. Pengunduran diri dilakukan untuk menghilangkan dikotomi publik yang khawatir ada kepentingan tersembunyi dari partai dalam lembaga penyelenggara pemilu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sementara itu, Ketua DPR Setya Novanto mengatakan, sampai saat ini DPR masih membahas wacana masuknya politikus sebagai anggota KPU. Setya enggan memastikan apakah wacana tersebut diterima atau tidak.
“Saat ini masih dalam proses. Kita percayakan ke Komisi II DPR yang sekarang sedang terus melakukan rapat,” ujar Setya di Gedung DPR.
Menurut Setya, wacana masuknya politikus sebagai anggota KPU turut dibahas dalam pembahasan RUU Pemilu. Ada berbagai hal di dalam RUU itu, seperti jumlah anggota, masa jabatan, dan beberapa hal yang berkaitan dengan penyelenggaraan pemilu.
“Masukan-masukan yang berkaitan dengan semua pihak kami benar-benar perhatikan supaya hasilnya bisa diterima pemerintah, parpol, dan masyarakat,” ujarnya.
Terpisah, Wakil Ketua DPR Fadli Zon mengatakan, usulan keterwakilan parpol di KPU masih sebatas wacana. Ia menilai wacana itu hanya untuk menantang independensi anggota KPU saat ini.
Pasalnya, menurut Fadli, pada pemilu kemarin independensi anggota KPU dinilai bermasalah. Banyak persoalan dalam pelaksnaaan pemilu, seperti dugaan kecurangan di pemilu legislatif dan presiden.
“Semangat dari parpol hanya sekedar wacana. Saya yakin nanti ujungnya harus profesional, independen, dan berintegritas. Dan wacana itu juga untuk menantang independensi KPU yang sering kali ada titipan dari berbagai pihak,” ujar Fadli di Gedung DPR.
Fadli menyatakan, KPU Indonesia harus belajar dari KPU India yang tidak memiliki permasalahan dalam penyelenggaraan pemilu meski populasinya berjumlah sekitar 800 juta jiwa.
“Di India tidak ada sengketa sama sekali. Artinya Indonesia punya masalah dengan penyelenggaraan, bisa dari sistem atau oknum-oknumnya,” ujarnya.
Wacana keterwakilan parpol di KPU muncul usai Pansus Pemilu melakukan kujungan kerja ke Jerman dan Meksiko. Kedua negara itu melibatkan keterwakilan parpol dalam komposisi lembaga penyelenggara pemilunya.
Dalam agenda kerja, Komisi II telah mengalokasikan waktu sejak tanggal 3-10 April 2017 untuk melakukan proses uji kepatutan dan kelayakan anggota KPU dan Bawaslu.
Jika pemilihan dan penetapan anggota, baik melalui proses musyawarah mufakat ataupun pemungutan suara bisa dilakukan sebelum 10 April 2017, maka pada esok harinya penetapan dan pengesahan anggota KPU dan Bawaslu sudah dapat digelar dalam Rapat Paripurna DPR.
Sejumlah pihak telah meminta DPR, khususnya Komisi II untuk secepat mungkin memulai seleksi komisioner lantaran pada tanggal 12 April 2017 masa tugas komisioner lama berakhir.