Jakarta, CNN Indonesia -- Perusahaan jasa keuangan Royal Bank of Scotland (RBS) meluncurkan layanan baru yang memungkinkan nasabah RBS dan NatWest untuk masuk ke layanan perbankan
mobile menggunakan sensor sidik jari sehingga nasabah tak perlu lagi mengingat kode sandi, sekaligus menghindar dari serangan perampok siber yang terus mengincar sektor perbankan.
RBS, yang 80 persen sahamnya dimiliki pemerintah Inggris, mengatakan bahwa layanan sensor sidik jari perbankan
mobile ini baru tersedia untuk pengguna ponsel pintar Apple iPhone 5s atau seri lebih tinggi.
Mereka mengatakan, Selasa (17/2), bahwa ada sekitar satu juta nasabah yang menggunakan aplikasi mobile banking RBS dan NatWest.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca juga:
AS akan Bentuk Badan Keamanan Siber BaruPada Juli 2014 lalu, RBS mengatakan bakal berinvestasi sebesar 1 miliar pound sterling selama tiga tahun ke depan untuk memudahkan aktivitas perbankan nasabah.
Hal ini juga diperlukan RBS yang melihat fakta bahwa saat ini nasabah mulai memilih metode transaksi perbankan di perangkat
mobile, termasuk ponsel pintar dan tablet. Setengah dari 15 juta nasabah mereka menggunakan jasa bank
online, dan lebih dari 3 juta nasabah memakai aplikasi
mobile setiap pekannya.
"Telah ada revolusi di bidang perbankan, karena semakin banyak pelanggan kami menggunakan teknologi digital ke bank," kata Stuart Haire, Managing Director RBS dan NatWest, seperti dikutip dari
Reuters.
Baca juga:
Malware 'Sedot Pulsa' Bersembunyi di Google Play StoreLembaga keuangan lain juga telah berinvestasi dalam teknologi yang dirancang untuk memudahkan pelanggan dalam melakukan log-in, yang juga mencegah penipuan serta memperkuat keamanan.
Barclays tahun lalu meluncurkan alat pemindai jari untuk pelanggan korporasi dan mengatakan bakal meluncurkan fitur pengenal suara untuk jutaan nasabah retail.
Perampok siber mengincar bankSektor perbankan belakangan ini makin jadi target peretasan para perampok siber. Perusahaan keamanan siber Kaspersky, pada Februari ini melaporkan keberadaan geng peretas multinasional bernama Carbanak yang telah mencuri US$ 1 miliar atau sekitar Rp 12,7 triliun dari 100 lembaga keuangan di seluruh dunia dalam kurun waktu dua tahun.
Para penjahat siber di Carbanak diduga berasal dari Eropa, termasuk Rusia dan Ukraina, serta Tiongkok.
Mereka mengambil pendekatan untuk tidak mencuri langsung dari bank, melainkan menyamar sebagai pelanggan yang menarik uang dari rekening individu atau perusahaan.
Baca juga:
Mengenal Carbanak, Program Penyerang Internet Banking
Carbanak menyalahgunakan
email dari individu atau karyawan perusahaan yang telah membuka file dengan program jahat
(malware). Teknik macam ini dikenal sebagai pengelabuan. Mereka kemudian mampu masuk ke sistem
email, melacak surat elektronik, untuk melakukan penyadapan.
Dengan cara ini, Kaspersky mengatakan, para penjahat siber dapat memelajari kebiasaan karyawan bank yang melakukan transaksi atau transfer uang.
Carbanak bahkan disebut juga dapat membobol mesin anjungan tunai mandiri (ATM) untuk menarik uang tunai dari kartu debit. Mereka kemudian mengumpulkan uang untuk membagikan hasil pencurian.
Kaspersky, yang berasal dari Rusia, telah bekerjasama dengan Interpol, Europol, dan otoritas dari berbagai negara untuk mengungkap rincian lebih lanjut tentang perampokan siber yang belum pernah terjadi sebelumnya.
(adt)