Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara membuktikan kata-katanya yang berkukuh mengajukan banding setelah kalah di Pengadilan Tata Usaha Negara yang menggugurkan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 22 Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Penyiaran Televisi Digital. Memori bandingnya sudah selesai.
"Seminggu dua minggu lagi memori bandingnya akan saya sampaikan," kata menteri yang akrab dipanggil Chief RA ini, kepada CNN Indonesia, di Jakarta, Selasa (12/5).
RA mengatakan dirinya berkukuh mengajukan banding sebab amat mendorong peralihan dari analog ke digital sebelum 2018. Apalagi, isu soal digitalisasi ini amat erat kaitannya dengan revisi Undang-Undang Penyiaran yang sudah seia-sekata antara pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut RA, migrasi dari analog ke digital harus segera dilakukan supaya spektrum 700 MHz itu bisa segera digunakan untuk mendukung program pita lebar alias
broadband. Kementerian yang dipimpinnya, kata dia, sudah punya sejumlah program untuk
broadband. "Pada akhirnya yang namanya pita lebar itu adalah jalan tol," kata dia.
Chief RA membantah bahwa pita lebar 700 MHz itu bakal diserahkan kepada operator selular. “Saya tidak akan memindahkan yang tadinya dipakai
broadcaster kepada operator selular,” katanya. “Netral saja.”
Spektrum frekuensi 700 MHz memang diincar karena memiliki jangkauan yang lebih luas. Di Indonesia, frekuensi ini dipakai untuk siaran televisi analog.
Menkominfo Rudiantara sebelumnya mengatakan spektrum 700 MHz itu paling efektif untuk kondisi wilayah Indonesia yang semi rural. Semakin rendah spektrum frekuensi, maka jangkauannya bisa semakin luas dan dapat dimanfaatkan operator seluler untuk menggelar jaringan seluler dan internet di daerah-daerah terpencil.
Digitalisasi Tak Bisa DitawarMenteri Rudiantara mengatakan kekalahan kementerian di tingkat PTUN jangan diartikan kemenangan perusahaan penyiaran yang merupakan pemegang lisensi
multiplexer. Prinsipnya, kata Rudiantara, digitalisasi harus berjalan dan pengoperasian
multiplexer harus efisien.
Perkara TV digital ini bermula saat Menkominfo di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Tifatul Sembiring, mengeluarkan Permen 22/2011. Asosiasi Televisi Jaringan Indonesia (ATVJI) menggugat peraturan itu.
Pada April 2013 Mahkamah Agung mengabulkan gugatan tersebut. Namun Kemenkominfo berkukuh menjalankan peraturan tersebut dan menunjuk 33 perusahaan pemenang tender
multiflexing.
ATVJI kemudian melayangkan gugatan ke PTUN Jakarta. Pada Maret 2015, PTUN juga mengabulkan gugatan mereka dan Peratuan Menteri Nomor 22 itu pun dinyatakan gugur.
Ditanya soal langkah lanjutan seandainya di tingkat pengadilan banding pun Kemenkominfo kalah lagi, Chief RA mengelak.
(ded/ded)