Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara menyiratkan ada yang kurang beres dalam metode blokir situs Internet bermuatan negatif, termasuk pemblokiran situs Islam yang dinilai radikal baru-baru ini.
Usai pemblokiran situs Islam dilakukan, Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) meminta agar Menkominfo meninjau ulang beberapa situs yang diblokir karena dianggap radikal. JK meminta Kemenkominfo mengecek terlebih dahulu apakah situs tersebut benar-benar mengandung konten radikal atau tidak.
"Kalau hanya karena ada nama 'Islam' lalu otomatis diblokir, tidak bisa begitu," kata JK di Kantor Wapres, Jakarta, Selasa (31/3) silam.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
JK meminta Kemenkominfo menetapkan kriteria khusus untuk menyimpulkan konten yang mengandung radikalisme. Hal ini menurutnya dilakukan untuk mencegah pemblokiran yang dilakukan tanpa analisis tepat.
Beberapa hari setelah pemblokiran, Kemenkominfo mengumumkan pembentukan Forum Penanganan Situs Internet Bermuatan Negatif (PSIBN). Forum ini melibatkan beragam pemangku kepentingan, antara lain instansi-instansi terkait, tokoh agama, budaya, pendidik, sosiolog dan para ahli di bidangnya, serta dari komunitas dan organisasi masyarakat.
Baca juga:
Kemenkominfo Bentuk Forum Penanganan Situs Internet Bermuatan Negatif"Pembentukan Forum PSIBN dimaksudkan untuk memberikan masukan dan rekomendasi penanganan situs internet bermuatan negatif kepada pemerintah, dan memberikan penilaian (analisis yang tepat) disertai verifikasi atas pengaduan dari masyarakat.
Selain itu, Forum PSIBN juga akan memberikan rekomendasi untuk menentukan suatu situs internet dapat ditutup (blokir), tidak (tidak diblokir), atau normalisasi dari penutupan," tulis Kemenkominfo dalam siaran pers.
CNN Indonesia berkesempatan mewawancarai Rudiantara untuk meminta penjelasan soal pemblokiran situs media Islam yang dinilai radikal. Berikut petikannya:
Wapres Jusuf Kalla meminta rekomendasi BNPT (Badan Nasional Penanggulangan Teroris) harus dikaji lagi. Apa sebelumnya tidak ada laporan ke presiden dan wapres?Makanya kita perbaiki
governance-nya. Ini makanya harus ada perbaikan
governance. Sebetulnya perbaikan
governance itu harus jauh-jauh (hari). Sebenarnya saya dari dua bulan belakangan ini sudah mau memperbaiki. Hanya KM (Keputusan Menteri) belum ditandatangani,
eh ada kasus ini.
Gitu lho.
Bagaimana runutannya sampai ada pemblokiran?Proses normal biasa. Jadi ada permintaan (dari BNPT), saya minta untuk diproses sesuai aturan.
Kan biasa normatif. Itu saja.
Nah kebetulan saya ke luar kota, hari Minggu, jadi waktu itu (hari Minggu) ada pemblokiran saya tidak sedang ada di Jakarta.
Apa presiden tahu soal pemblokiran?Ya pimpinan tahu, tapi setelah ada pemblokiran. Jadi sama dengan wakil presiden. Artinya
governance-nya harus transparan,
fair-lah.
Governance itu
kan harus transparansi, tanggung jawab, ada
fairness dan lain sebagainya. Karenanya kita lakukan itu.
Kajian sampai akhirnya diblokir itu seperti apa sih? Kan ada Dirjen Aplikasi Telematika (Aptika) yang seharusnya mengkaji apakah situs itu bermuatan negatif atau tidak?Saya terus terang, itu teknis, jadi saya kebetulan ke luar kota waktu kemarin. Jadi saya kasih disposisi, biasa
kan normatif. Diproses sesuai prosedur begitu, saya pergi ke luar kota, terus ramai-ramai.
Tapi kajian itu ada atau tidak?Harusnya ada.
Apakah karena ini perintah BNPT jadi dianggap urgent?Saya tidak paham teknisnya kemarin. Tapi karena ini BNPT
ya bisa saja.
Karena pemblokiran ini banyak yang mengkhawatirkan akan terjadi Islamophobia?Oh nggak
dong. Ini kan bukan situs Islam yang kena blokir. Ini radikalisme. Islamophobia tidak ada. Islam kita tidak blokir.
Wong, saya saja pengurus Pusat Dewan Masjid Indonesia, masa
ngawur gitu.
(tyo/adt)