Jakarta, CNN Indonesia -- Pada 1 Januari 2017 nanti, semua perangkat komunikasi seperti ponsel yang berjalan di jaringan 4G LTE berbasis FDD harus memiliki nilai kandungan lokal hingga 30 persen. Pertanyaannya, apakah ini akan mengancam impor ponsel pintar ke Indonesia?
"Saya tegaskan, bahwa kita bukan ingin melarang impor (ponsel 4G). Akan tetapi kita ingin mempunyai sumber daya manusia yang besar, pasar ini mestinya mempunyai added value yang dibangun," ujar Menteri Perdagangan Rachmat Gobel, di kantor Kementerian Komunikasi dan Informatika, Jakarta, Jumat (2/7).
Baca juga: Sumber daya yang dimaksud Rachmat adalah sektor kreatif. Sebab dia melihatnya sangat besar. Dia mengambil contoh Twitter yang penggunanya paling besar di Indonesia. "Nah, itu yang potensial," cetusnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca juga:
Pemerintah Patok Ponsel 4G Mengandung TKDN 30 Persen"Kalau kita pecah, ponsel itu 60 persen adalah software. Dan orang Indonesia mempunyai kemampuan untuk (membuat) itu. Nilainya cukup besar dan masih ada lagi perhitungan jasanya," ujar Gobel.
Walau tak melarang adanya impor ponsel setelah tanggal 1 Januari 2017, diakui oleh Menteri Perindustrian Saleh Husin ingin agar ketergantungan nilai impor terhadap ponsel pintar bisa berkurang.
Menurut data Kementerian Perindustrian, tahun 2012 jumlah ponsel pintar yang diimpor mencapai 70 juta unit. Jumlahnya memang turun pada tahun 2014 sebesar 54 juta dan berharap bisa terus turun di masa yang akan datang.
Sementara itu Menkominfo Rudiantara mengatakan salah satu alasan perlu mengeluarkan kebijakan ini adalah karena selama ini dari data resmi, pada tahun 2013 nilai impor ponsel pintar mencapai US$ 3,5 miliar dan bisa US$ 5,6 miliar bila dihitung dengan ponsel illegal.
"Nilai itu menyumbang defisit nilai perdagangan dan berdampak pada volatilitas exchange rate," kata Rudiantara, dalam kesempatan yang sama."Bayangkan kalau 30 persen itu berjalan dan kita bisa tekan."
"Intinya kita ingin (aturan tersebut) bisa memberdayakan bangsa kita dari brainware. Bukan hardware, tetapi value yang bisa di-create bangsa Indonesia," tandasnya.
(tyo/adt)