Jakarta, CNN Indonesia -- Kementerian Komunikasi dan Informatika akan memelajari dan jika perlu mengambil langkah pemblokiran terhadap aplikasi digital I-Doser yang belakangan ini disebut sebagai "narkoba digital" karena melalui nada-nada yang ditawarkan di dalamnya memberi efek psikologis kepada pengguna.
Kabar buruk soal efek aplikasi I-Doser ini datang setelah banyak warga menerima pesan berantai berisi bahaya aplikasi berbayar di Android dan iOS tersebut.
Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara mengatakan, aplikasi itu sudah ada sejak lama namun belakangan ini mulai dibicarakan publik.
Ia telah meminta pegawai Kemenkominfo untuk mengecek soal I-Doser. Jika dirasa memberi efek buruk, maka akan dibawa ke tim Forum Penanganan Situs Internet Bermuatan Negatif (Forum PSIBN) untuk diputuskan apakah perlu diblokir atau tidak.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saya minta teman-teman Kominfo cek dari aspek psikologis. Ini merusak atau tidak? Kalau merusak, ya, kita bawa ke panel," kata Rudiantara kepada CNN Indonesia, Selasa (13/10).
Forum PSIBN terdiri atas empat panel, salah satunya adalah Panel Pornografi, Kekerasan pada Anak, dan Keamanan Internet. Secara strumtural, panel yang diisi oleh para pemangku kepentingan dan tokoh masyarakat yang ahli di bidangnya ini akan bekerja menganalisi i-Doser lalu memberi rekomendasi kepada Kemenkominfo. Setelah itu, keputusan blokir atau tidak berada di tangan Rudiantara selaku Menkominfo.
"Ini bukan barang narkoba. Tapi kalau meresahkan masyarakat kita harus ambil keputusan secepatnya," ujarnya.
Di platform Android, I-Doser dihargai Rp 71,542 sementara di iOS Rp 59.000. Aplikasi ini menawarkan suara bnaural kepada pengguna.
Suara binaural merupakan dua nada yang mengalun dalam frekuensi di bawah 1,00 Hz. Ditemukan pada tahun 1839 oleh Heninrich Wilhelm Dove, suara macam ini digunakan untuk relaksasi, meditasi dan kreativitas.
Dalam sejumlah video di YouTuber, diperlihatkan beberapa efek dari aplikasi I-Doser. Mereka menikmati suara dari I-Doser dalam posisi tidur atau rileks dengan mata terpejam dan tertutup kain. Setelah itu, pendengar seperti mengalami gerakan yang aneh, bahkan tertawa sendiri.
Di I-Doser, pengguna dimungkinkan untuk menjual audio yang diklaim dapat memberi efek tertentu.
Namun, seorang neuroscientist di McGill University di Montreal, Daniel Levitin membantah hal tersebut. "Tidak ada audio binaural yang berefek seperti obat terlarang," katanya.
Yang perlu dikhawatirkan dari aplikasi ini adalah keinginan orang untuk menjajalnya karena rasa penasaran. Dan setelah membeli serta mengunduhnya, pengguna merasa kecewa lantaran tak ada efek apapun yang ditimbulkan.
(adt/tyo)