Jakarta, CNN Indonesia -- Untuk pertama kalinya setelah 40 tahun berlalu, sebuah jenis batuan baru hasil eksplorasi dari permukaan bulan.
Batuan ini berhasil diambil oleh robot penjelajah nirawak dari China bernama Yutu beserta Chang'e-3 sebagai pendarat yang berhasil mendarat di permukaan satelit bumi sejak tahun 2013 lalu.
Chang'e-3 mendarat pada cekungan Imbrium, bagian di permukaan bulan yang diketahui mengandung lava yang telah mengeras. Inilah yang kemudian menjadi tempat eksplorasi baru untuk mengetahui 'kandungan tanah' pada permukaan bulan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Berdasarkan hasil temuan robot Yutu yang diberi nama panggilan 'Kelinci Giok' ini, ilmuwan menganalisa bahwa batuan yang ditemukan termasuk ke dalam jenis batuan basal.
"Kini kita miliki 'kebenaran' terkait daratan untuk penginderaan jauh kami, dengan contoh yang berhasil ditandai dengan baik dari lokasi 'kunci'," ungkap Bradley L. Jolliff, salah satu orang yang menganalisa data hasil penemuan.
Batuan yang diperkirakan berusia 3 milyar tahun ini memiliki komposisi yang berbeda dengan jenis batuan bulan yang sempat dibawa pulang ke bumi melalui misi Apollo dari AS atau misi Luna dari Rusia, sebagaimana dituliskan dalam jurnal Nature Communication.
Ilmuwan memiliki hipotesis bahwa bulan terbentuk ketika ada objek antariksa sebesar planet Mars menabrak bumi. Bongkahan yang ada kemudian membentuk lapisan bulan yang juga 'membungkus' kandungan di dalamnya berupa mineral magnesium, besi, dan titannium yang disebut ilmenit.
Namun, batuan basal yang ditemukan di permukaan bulan ini ternyata mengandung ilmenit serta mineral olivin yang belum pernah dideteksi dari misi penjelajahan bulan sebelumnya. Ini juga menguatkan dugaan bahwa lokasi eksplorasi sempat 'diselimuti' oleh lautan magma.
"Dengan menghubungkan kandungan kimia beserta usia batuan, kita dapat mempelajari bagaimana aktivitas vulkanisme bulan berlangsung dari waktu ke waktu," tambah Jolliff.
Keunikan kandungan batuan yang berhasil ditemukan ini juga menjadi suatu hasil penemuan signifikan dari negeri 'Tirai Bambu', yang juga tidak mau kalah untuk menjadi salah satu negara 'penjelajah' sekaligus 'penguasa' antariksa.
"Sejarah manusia relatif singkat dan orang-orang dipenuhi rasa ingin tahu tentang alam semesta. Kita harus lebih mengeksplorasi dengan pergi ke 'luar sana'," ungkap Ye Peijian, kepala ilmuwan program Chang'e-3 China, seperti ditulis dalam Xin Hua Net.
(tyo)