Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Rudiantara menginginkan tarif interkoneksi turun minimal 10 persen untuk semua operator. Namun, hitung-hitungan tersebut menurut akademisi tak bisa dipukul rata.
Menurut Ketua Program Studi Telekomunikasi Insitut Teknologi Bandung (ITB), Dr., Ir. Ian Yosef, formula perhitungan biaya interkoneks yang ditetapkan oleh pemerintah dan operator hanya memasukan data yang diperlukan sesuai dengan kondisi jaringan masing-masing operator.
"Selanjutnya hasil perhitungan akan disetujui oleh BRTI. Hal ini untuk mencegah operator memberlakukan tarif interkoneksi yang tinggi yang tidaksesuai dengan biaya investasi jaringannya," ujarnya, saat berbincang dengan CNN Indonesia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selama ini biaya jaringan ditentukan oleh biaya investasi penggelaran jaringan operator tujuan. Biaya investasi ini dipengaruhi oleh coverage, trafik yang disalurkan dan utilisasi jaringan.
Jadi, semakin besar wilayah layanan operator maka semakin tinggi investasi per menit panggilan. Biaya ini akan lebih tinggi lagi apabila operator menggelar jaringan ke pedesaan.
"(Seharusnya) Besaran tarif interkoneksi atau biaya interkoneksi lintas operator lain dipengaruhi oleh hasil perhitungan biaya jaringan operator tujuan," katanya.
Sementara, tarif retail panggilan off-net adalah tarif yang dibebankan oleh operator asal ke pelanggannya akibat melakukan panggilan lintas operator.
Untuk itulah, dia menyimpulkan bahwa tarif interkoneksi seharusnya tak disamaratakan. Sebab, pemberlakuan satu tarif interkoneksi untuk semua operator justru dapat mengakibatkan keuntungan di satu operator dan kerugian di operator lain.
"Padahal menurut undang-undang, interkoneksi adalah kewajiban operator dan tidak digunakan sebagai peluang bisnis bagi operator. Tarif interkoneksi sesuai dengan benchmark yang kami peroleh disesuaikan dengan biaya actual investasi masing-masing operator sehingga tidak ada yang dirugikan maupun diuntungkan," bebernya.
Ian juga bilang tarif interkoneksi memang mempengaruhi besaran tarif retail yang dibebankan ke pelanggan yang melakukan panggilan lintas operator.
Saat ini tarif interkoneksi yang diberlakukan di industri hanya di bawah 20 persen dari tarif retail lintas operator (off-net) yang dibayarkan oleh pelanggan--biaya interkoneksi Rp 250 terhadap tarif retail lintas operator bervariasi rata-rata Rp 1.500.
"Nah, yang dibayarkan operator asal kepada operator tujuan sebesar Rp 250 per menit, sehingga keuntungan yang diperoleh minimal Rp 1.000 setelah dikurangi biaya jaringan operator asal yang melakukan panggilan," tambahnya.
Sehingga menurut dia, semestinya kenaikan atau pun penurunan tarif interkoneksi tidak perlu menjadi polemik, karena kenaikan atau penurunan tarif interkoneksi hingga 100 persen pun tidak terlalu berpengaruh terhadap pendapatan yang diperoleh operator karena panggilan lintas operator yang dilakukan pelanggannya.
"Kami sangat mendukung langkah pemerintah berusaha menurunkan tarif retail lintas operator, namun demi kesinambungan industri, biaya interkoneksi sebaiknya disesuaikan dengan biaya investasi masing-masing operator," tandas Ian.