Ketika Uber Berhenti Beroperasi di Negeri Sendiri

Susetyo | CNN Indonesia
Sabtu, 11 Jun 2016 04:31 WIB
Tak sepakat dengan aturan setempat, Uber dan Lyft memutuskan untuk berhenti beroperasi sementara waktu di Kota Austin, Texas, Amerika Serikat.
Ilustrasi (David Ramos/Getty Images)
Jakarta, CNN Indonesia -- Uber dan Lyft menghabiskan lebih dari US$ 8 juta untuk membombardir warga Texas, Amerika Serikat, dengan email, iklan, panggilan telepon dan SMS. Namun, itu belum cukup untuk menyakinkan mereka memberikan suara terhadap pesyaratan sidik jari untuk mitra sopirnya.

Sebagian besar warga mendukung pemerintah setempat yang meminta kedua layanan penyedia taksi ini memberikan sidik jari mitranya untuk pengecekan latar belakang para sopir. Sayangya, hal tersebut tidak diinginkan Uber dan Lyft yang akhirnya memilih menangguhkan operasi dari kota itu.

Mulai Senin (13/6/2016) pagi mereka menyatakaan resmi berhenti beroperasi sementara sampai batas waktu tak ditentukan sebagai bentuk penolakan terhadap aturan baru tersebut.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kekecewaan kami tak tergambarkan bagaimana kami harus menghentikan operasi di Texas," kata juru bicara pihak Uber melalui keterangan resminya dan dikutip CNN.

Dia menambahkan," kami berharap Dewan Kota akan kembali mempertimbangkan peraturan sehingga kita dapat bekerjasama membuat jalan-jalan di Austin lebih aman untuk semua orang."

Pihak Uber dan Lyft berpendapat bahwa sidik jari berdasarkan pada database yang usang dan menyulitkan mereka untuk mempekerjakan mitra sopirnya.

Sebelumnya, Uber, terpaksa harus membayar denda US$10 juta atau setara Rp131 miliar atas perintah jaksa pengadilan California, Amerika Serikat, karena tak bisa mengecek kualitas dan latar belakang sopirnya

Jaksa wilayah San Francisco dan Los Angeles menggugat Uber pada 2014 lalu, menyatakan perusahaan peranti lunak itu telah berbohong dengan mengklaim bahwa mereka melakukan pengecekan kriminal terhadap para calon mitra pengemudinya.

Didemo Para Sopir

Akibat dari penghentian sementara ini, setidaknya 10 ribu sopir Uber dan Lyft kehilangan pekerjaan mereka. Inipula yang menyebabkan para sopir mengajukan gugatan ke pengadilan Federal di San Francisco.

Mereka menggugat bahwa seharusnya Uber dan Lyft memberi tahu satu bulan sebulannya sebelum melakukan 'PHK massal' ini.

Namun di sisi perusahaan, Uber dan Lyft menganggap para sopir ini merupakan pekerja kontrak dan mereka tidak mempunyai kewajiban seperti yang tercantum di undang-undang pekerjaan.

(adt)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER