Biaya Interkoneksi Turun Makin Buat Operator Malas

Susetyo Dwi Prihadi | CNN Indonesia
Kamis, 11 Agu 2016 13:27 WIB
Operator yang sudah 'malas' membangun jaringan disinyallir akan semakin malas ketika biaya interkoneksi pola simeteris diterapkan.
Ilustrasi BTS (ANTARA FOTO/Zabur Karuru/)
Jakarta, CNN Indonesia -- Keinginan Kementerian Komunikasi dan Informatika untuk tetap menurunkan biaya interkoneksi dari Rp 250 per menit menjadi Rp 204 per menit dengan pola simetris diprediksi tidak akan membawa manfaat bagi pertumbuhan industri telekomunikasi nasional.

Hal tersebut yang diprediksi oleh Ekonom Leonardo Henry Gavaza CFA. Dia bilang, biaya interkoneksi yang dilakukan pemerintah tidak memberikan dampak signifikan bagi pertumbuhan industri telekomunikasi di Indonesia.

"Justru penurunan biaya interkoneksi ini akan membuat operator yang malas membangun infrastruktur menjadi lebih malas lagi membangun," kata ekonom yang juga analis saham dari PT. Bahana Securities ini.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Selain itu, menurut menurut Fahmy Radhi, pengamat Ekonomi dan Bisnis Universitas Gajah Mada (UGM) akan berpotensi menciptakan persaingan tidak sehat dan menghambat pertumbuhan pembangunan jaringan telekomunikasi.

Dengan biaya interkoneksi ditetapkan pemerintah di bawah harga pokok penjualan (HPP), operator pemilik jaringan akan dirugikan. Sedangkan, operator pengguna jaringan akan diuntungkan oleh kebijakan penurunan tarif interkoneksi tersebut. 


Seharusnya dalam menetapkan HPP, pemilik jaringan biasanya menggunakan basis biaya (cost base ) yang memperhitungan pengeluaran investasi (Capital Expenditure) dan biaya operasional (Operational expenditure).

"Sedangkan, operator pengguna jaringan hanya mengeluarkan biaya interkoneksi yang ditetapkan pemerintah. Dan pada akhirnya akan mengakibatkan operator yang malas membangun akan semakin malas membangun,”terang Fahmy.

Memang secara teoritis, penetapan tarif interkoneksi secara pola  simestris akan mencapai efisiensi di pasar. Namun dengan satu syarat yaitu coverage jaringan sudah menjangkau seluruh wilayah di suatu negara dan mencapai keseimbangan jaringan antar operator.

Jika keseimbangan jaringan belum terpenuhi, kebijakan penetapan tarif interkoneksi secara simetris akan menyebabkan blunder bagi industri Telekomunikasi. Tidak hanya menghambat pembangunan jaringan, tetapi juga menciptakan persaiangan tidak sehat, sehingga tidak sesuai dengan tujuan Pemerintah dalam menetapkan biaya interkoneksi.


Hampir semua negara-negara Eropa memang sudah menetapkan tarif interkoneksi secara simetris lantaran tingkat coverage jaringan sudah mencapai antara 90 persen hingga 100 persen. Swiss dan Kroasia sudah mencapai 100 persen, Austria, Yunani, Portugal dan Perancis 99 persen, Italia dan Spanyol 98 persen, Inggris 95 persen, dan Jerman 92 persen.

Demikian pula dengan dua negara ASEAN, Thailand sudah mencapai 97 persen dan Malaysia 95 persen.

(tyo)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER