Jakarta, CNN Indonesia -- Salah satu ketakutan operator saat biaya interkoneksi turun adalah potensi kehilangan pendapatan. Padahal, bila disikapi dengan bijak, penurunan ini belum tentu merugikan operator.
Seperti diungkapkan oleh Doktor ICT asal Indonesia lulusan Swedia, Ibrahim Kholilul Ibrahim. Menurut dia, penurunan ini bisa menguntungkan operator bila dilihat dalam jangka panjang.
"Pasar Indonesia itu elastis. Masih banyak pengguna yang masih sensetif soal harga. Dengan penurunan ini justur akan mendorong penggunaan ponsel di masa depan," katanya, dalam sebuah diskusi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Seperti diketahui, dalam Surat Edaran yang dirilis Kementerian Kominfo, dengan pola perhitungan baru itu, biaya interkoneksi untuk panggilan lokal seluler menjadi turun, dari sekitar Rp 250, maka per 1 September 2016 nanti, menjadi Rp 204 per menit.
Dia mengatakan berdasarkan penghitungan, penurunan tarif satu persen, bisa jadi ada kenaikan net usage sampai 40 persen. Itu artinya, operator malah untung, walau memang tidak dalam jangka waktu singkat. Karena menurutnya ini masih proses.
"Di samping itu, turunnya pendapatan biaya interkoneksi akan diikuti dengan turunnya beban interkoneksi yang harus dibayarkan. Hal itu jelas sebab yang dibutuhkan untuk membayar beban interkoneksi lebih rendah," urainya.
Pria yang kini tinggal di Spanyol itu mengatakan, bahwa di beberapa negara memang penurunan tarif masih menjadi polemik karena area yang abu-abu.
“Sekarang ini eranya layanan. Jadi, kalau ada operator yang masih meributkan soal interkoneksi, mereka itu ketinggalan zaman,” tandasnya.
(tyo)