Jakarta, CNN Indonesia -- XL Axiata dan Indosat Ooredoo membantah pernyataan mantan anggota Komisioner Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) Muhammad Ridwan Effendi yang menyebut kedua operator ini tak ikut membangun jaringan, bila penurunan biaya interkoneksi terjadi.
Dalam berita
CNNIndonesia.com sebelumnya, Sekjen Pusat Kajian Kebijakan dan Regulasi Telekomunikasi ITB itu, mengatakan Indosat dan XL memang mau mencari untung sebanyak-banyaknya dari polemik biaya interkoneksi ini, tanpa mau memikirkan masyarakat.
"Mereka (Indosat, XL, Tri dan Smartfren) kan hanya membangun di daerah perkotaan saja. XL, bahkan, semuanya 100 persen yang bangun jaringan adalah Huawei, dan XL tinggal sewa saja. Makanya biaya jaringannya murah banget," tuding Effendi.
Menurut Vice President Corporate Communication XL Axiata Turina Faruk hal tersebut tidak benar dan dianggap menyesatkan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia mengatakan perusahaanya sudah sesuai Undang-undang Telekomunikasi no 36 tahun 1999 dan Peraturan Pemerintah (PP) 52 tahun 2000.
“Bahwa XL sebagai operator telekomunikasi telah memenuhi kewajibannya kepada pemerintah dalam membangun jaringan, melayani kebutuhan layanan telekomunikasi masyarakat dan menyediakan akses telekomunikasi di lebih dari 93 persen populasi,” katanya.
Sementara itu Indosat juga membantah pernyataanya yang sama. Seperti yang diungkapkan oleh Head of Corporate Communication Indosat Deva Rachman.
Deva bilang, Indosat Ooredoo sepenuhnya menyadari bahwa biaya interkoneksi adalah kewajiban yang berlandaskan pada UU No. 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi.
Oleh sebab itu bagi Indosat Ooredoo, biaya interkoneksi yang diterima dari operator lain tidak ditargetkan sebagai sumber pendapatan, apalagi untuk memperoleh keuntungan.
Deva mengklaim Indosat Ooredoo selalu memenuhi target pembangunan jaringan yang tercantum dalam izin penyelenggaran dalam rangka terus memperluas jangkauan dan meningkatkan kualitas layanan.
“Dapat kami sampaikan bahwa pencapaian pembangunan Indosat Ooredoo senantiasa melampaui target yang ditetapkan oleh Pemerintah. Pernyataan bahwa operator swasta (dalam hal ini Indosat Ooredeoo) enggan memenuhi kewajiban pembangunan tidak berlandaskan fakta,” sebut Deva lagi.
Biaya interkoneksi merupakan settlement antar operator yang pada akhirnya dibebankan kepada pelanggan. Kami berkeyakinan bahwa biaya interkoneksi yang rendah akan mengurangi beban industri dan beban masyarakat.
Penurunan biaya interkoneksi senantiasa terjadi dalam sepuluh tahun terakhir. Terbukti bahwa industri terus berkembang, tarif retail berangsur turun, sehingga masyarakat yang mendapatkan keuntungan.
“Indosat Ooredoo berkomitmen untuk memberikan layanan yang terjangkau kepada masyarakat. Hal ini telah kami buktikan dengan memberikan tarif Rp. 1 / detik kepada pelanggan Indosat Ooredoo di luar Jawa untuk menelepon ke semua operator jauh sebelum adanya penurunan biaya interkoneksi
sehingga pernyataan bahwa kami hanya mencari keuntungan semata dan tidak akan menurunkan tarif retail sangat tidak berdasar,” tandasnya.
(tyo)