Jakarta, CNN Indonesia -- Presiden Direktur Indosat Ooredoo Alexander Rusli menyebut perubahan ketentuan berbagi jaringan
(network sharing) atas jaringan telekomunikasi secara
business to business (B2B) dari tak wajib menjadi wajib, dinilai tak berimplikasi sama sekali kepada pihaknya.
Salah satu implikasi yang dapat terjadi jika revisi dengan frase wajib untuk berbagi jaringan maka ditakutkan akan merugikan operator yang telah membangun infrastruktur. Dalam hal ini Telkom sebagai pemilik jaringan terluas di Indonesia akan dirugikan.
Namun Alexander justru tak menyangka jika pemerintah malah mewajibkan semua operator untuk berbagi atas
backbone maupun jaringan. Ia mengaku heran munculnya istilah wajib dalam revisi Peraturan Pemerintah No.52 dan 53 tahun 2000.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kata wajibnya waktu itu hanya untuk kondisi tertentu. Wajib itu dalam kondisi apa? Dalam wilayah perbatasan saja atau apa?," kata Alex saat ditemui di Jakarta, kemarin (29/9).
Lebih jauh menurutnya, ketentuan tersebut justru terkesan aneh mengingat kewajiban kesepakatan kerja sama B2B tak akan terjadi jika tak ada titik temu perjanjian komersialnya.
Sebelumnya diketahui pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika sedang merevisi PP No.52 dan 53 Tahun 2000. Istilah "wajib" yang tiba-tiba menyeruak ke permukaan.
Sementara itu perhitungan yang wajar menurut Leonardo Henry Gavaza CFA, analis saham Bahana Securities, adalah dengan menghitung nilai investasi yang telah dikeluarkan oleh operator penyelenggara jaringan ditambah dengan
internal rate of return (IRR) atau
economic rate of return (ERR).
“Kemarin perhitungan interkoneksi yang diajukan oleh Telkom Group mungkin sudah ditambah IRR, namun ditolak oleh regulator,” papar Leonardo di lain kesempatan.
Jika pemerintah tak memasukkan komponen IRR dalam penetapan network sharing, Leo menilai kebijakan itu justru akan mengganggu keberlangsungan pembangunan jaringan telekomunikasi.
Ini membuat operator yang telah lebih dulu membangun jadi tak memiliki competitive advantage lagi dikarenakan mereka hanya dipaksa membangun infrastruktur jaringan telekomunikasi untuk operator lain.
"Dengan adanya kewajiban berbagi jaringan, biaya investasi atau capital expenditure yang biasanya dikeluarkan Indosat dan XL dalam jumlah besar akan berkurang sangat signifikan," ulasnya.
Sebelumnya, Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara mengaku telah menerima surat tembusan dari Menko Perekonomian terkait revisi PP No. 52/2000 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi dan perubahan terhadap PP No. 53/2000 tentang Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio dan Orbit Satelit.
Kedua PP ini merupakan turunan dari UU No. 36/1999 tentang Telekomunikasi. Pokok perubahan terhadap kedua PP tersebut intinya mengatur masalah
backbone network (jaringan) sharing dan akses (spektrum) jaringan antar operator.
Revisi kedua PP ini kabarnya telah berada di Sekretariat Negara untuk dilakukan pemeriksaan terakhir sebelum diajukan ke Presiden Joko Widodo untuk ditandatangani.
(evn)