Uji Publik Revisi PP 52/53 Harusnya Lapor Kemenkopolhukam

Susetyo Dwi Prihadi | CNN Indonesia
Rabu, 16 Nov 2016 08:52 WIB
Uji publik terhadap revisi Peraturan Pemerintah Nomor 52 dan 53 tahun 2000 seharusnya dilaporkan dulu Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan.
Ilustrasi (Foto: ANTARA/Yusran Uccang)
Jakarta, CNN Indonesia -- Uji publik terhadap revisi Peraturan Pemerintah Nomor 52 dan 53 tahun 2000 seharusnya dilaporkan terlebih dahulu Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam).

Hal tersebut diungkap oleh Staf Ahli Desk Ketahanan dan Keamanan Cyber Nasional, Prakoso. Dia menilai Kominfo sekadar melakukan formalitas belaka. Karena uji publik hanya berlangsung dari tanggal 14 November 2016 hingga 20 November 2016.

“Hingga saat ini draft revisi PP 52/53 tahun 2000 belum masuk ke Kantor Menko Polhukam. Harusnya Kominfo melakukan konsolidasi, koordinasi dan konsultasi terlebih dahulu dengan Kantor Menko Polhukam,”papar Prakoso, saat berbincang.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dia menambahkan dalam nomenklatur kementrian Kabinet Kerja, Kominfo berada di bawah koordinasi kantor Menko Polhukam. Dengan demikian harusnya revisi PP 52/53 tahun 2000 dikoordinasikan kepada menteri koordinatornya.

“Tujuannya agar tidak ada gejolak di kemudian hari dan tidak banyak koreksi ketika dilakukan uji publik,” ujarnya.

Riant Nugroho, Director Institute for Policy Reform, kesalahan fatal pertama yang dilakukan pemerintah dalam melakukan revisi PP 52 tahun 2000 adalah Kominfo tidak melakukan konsultansi kepada para pakar teknologi dan komunikasi.

Konsultasi dan dukungan dari para pakar ini mutlak dibutuhkan agar di kemudian hari penerapan network sharing tidak mengalami kendala teknis.

Setelah mendapatkan masukan dari pakar, harusnya pemerintah membuat kajian mengenai cost and benefit analysis dari pemberlakukan network sharing.

Tujuannya agar keuntungan dan kerugian secara finansial dapat diketahui sedini mungkin. Namun hingga uji publik ini dilakukan, cost and benefit analysis dari network sharing tak pernah dibuka kepada masyarakat umum.

Setelah membuat dan melakukan sosialisasi cost and benefit analysis, langkah yang harus dilakukan Kominfo adalah meminta persetujuan dari seluruh pemilik jaringan mengenai rencana pemerintah untuk melakukan berbagi jaringan.

Setelah mendapatkan persetujuan dari seluruh pemilik jaringan, baru Kominfo bisa melakukan uji publik.

Lebih lanjut pengamat kebijakan publik ini menilai pemerintah tidak memiliki hak untuk mengambil alih kepemilikian jaringan pelaku bisnis.

Seharunya yang dilakukan pemerintah adalah memfasilitasi pelaku bisnis untuk dapat mensepakati skema business to business (B2B) dalam rencana network sharing. Bukan malah memaksa operator untuk melakukan network sharing.

“Yang harus diingat pemerintah adalah jaringan telekomunikasi tersebut bukan miliknya. Melainkan miliknya penyelenggara jaringan telekomunikasi. Tidak bisa pemerintah memaksa operator untuk melakukan network sharing,”terang Riant yang juga pernah menjabat Komisioner di Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI).

Riant beranggapan pemaksaan pemberlakuan network sharing dan penetapan harga dapat dilakukan ketika jaringan tersebut dimiliki oleh publik atau dibangun oleh pemerintah melalui dana PSO (Public Service Obligation) atau USO (universal service obligation). (tyo)
TOPIK TERKAIT
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER