Tata Cara Lelang Frekuensi 2.1 dan 2.3 GHz Dikritik

Susetyo Dwi Prihadi | CNN Indonesia
Jumat, 24 Feb 2017 15:18 WIB
Kemenkominfo akan membuka lelang frekuensi 2.1 dan 2.3 GHz yang diharapkan akan diketahui pemenangnya pada pertengahan tahun 2017 ini.
Ilustrasi BTS (Foto: ANTARA FOTO/HO)
Jakarta, CNN Indonesia -- Komisioner Ombudsman RI, Ahmad Alamsyah Saragih menyambut baik lelang frekuensi khususnya di 2.1 GHz dan 2.3 GHz. Namun Alamsyah mewanti-wanti pemerintah soal lelang di frekuensi 2.3 Ghz.

Di kanal itu, menurut Alamsyah Kominfo harus mempertimbangkan rekomendasi yang diberikan Ombudsman kepada PT Corbec Communication.

Rekomendasi Ombudsman tersebut adalah Kominfo harus memberikan Penomoran/Kode Akses ke Corbec dan menjamin interkoneksi. Selain itu Kominfo diminta untuk menerbitkan izin pita frekuensi di spektrum 2.3Ghz dengan lebar pita minimal 15Mhz kepada Corbec, pada blok pita yang tidak terpecah. Yakni dimulai dari frekuensi 2.300 Mhz hingga 2.315 Mhz.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

“Seharusnya Kominfo dapat berkomunikasi dengan Corbec untuk mencari jalan keluar yang terbaik sehingga masalah ini terselesaikan. Kominfo bisa mengikuti rekomendasi yang diberikan Ombudsman atau alternatif lain yang membuat Corbec happy,” katanya.

“Jika pemerintah bisa memfasilitasi Corbec untuk masuk ke dalam perusahaan konsolidasi BWA itu juga bagus,”ucap Alamsyah.

Bagi-bagi Kavling Frekuensi Dikritik

Sementara itu, dalam keterangannya, Kominfo memastikan operator yang terpilih hanya akan memenangkan frekuensi 2,1 GHz atau 2,3 GHz saja.

Bukan hanya itu, operator yang ingin mengikuti lelang frekuensi 2,1 GHz juga hanya diperbolehkan mengikuti seleksi untuk satu blok saja.

Hal ini menurut Alamsyah aneh, jika Kominfo mengatakan lelang frekuensi ditujukan untuk menjawab isu kapasitas, seharusnya Kominfo maupun BRTI tidak boleh membatasi operator yang benar-benar membutuhkan frekuensi untuk ikut dalam lelang tersebut.

Seharusnya Kominfo melihat kebutuhan frekuensi masing-masing operator. Harus ada evaluasi dalam penggunaan frekuensi sebelum peserta dapat mengikuti lelang.

“Aneh jika pemerintah membatasi operator yang boleh ikut lelang. Seharusnya pemerintah main di kreteria atau evaluasi saja. Tidak boleh membatasi operator yang membutuhkan frekuensi untuk ikut tender di kedua blok yang akan dilelang tersebut. Menurut saya aneh saja kenapa Kominfo tidak membuat kreteria,”ujar Alamsyah.

Alamsyah menilai hingga saat ini masih banyak operator telekomunikasi yang utilisasi frekuensinya rendah. Agar utilisasi operator tersebut tinggi, Ombudsman mendesak pemerintah untuk dapat bertindak tegas kepada operator telekomunikasi untuk dapat memenuhi semua komitmen pembangunan yang telah disepakati dalam modern licensing telekomunikasi.

Ombudsman juga akan mendesak Kominfo untuk membuka data progres komitmen pembangunan seluruh operator.

Jika komitmen pembangunan dianggap rahasia perusahaan, Ombudsman meminta agar data yang dibuka tidak terlalu rinci. Misalnya perkembangan pembangunan masing-masing operator di setiap Kabupaten Kota yang mereka bangun.

“Frekuensi itu adalah milik publik sehingga publik memiliki hak untuk mengetahui pemanfaatannya,” kata Alamsyah.

Hal senada juga diungkapkan oleh Dr. Ir. Ian Yosef Matheus Edward dari Pusat Studi Kebijakan Industri dan Regulasi Telekomunikasi – ITB mengatakan lelang frekuensi 2.3 Ghz yang hanya 15 MHz, tidak efektif dan efisien.

Pasalnya, untuk dapat menjalankan teknologi LTE TDD (Long Term Evolution Time Division Duplexing) frekuensi 2.3 Ghz secara efektif, minimal operator tersebut harus memiliki lebar pita 20 Mhz.

“Dengan teknologi yang ada saat ini, lebar pita hanya 15 Mhz tidak akan optimal,”tutur Ian.

Semakin besar lebar pita yang dimiliki, maka semakin murah investasi yang dikeluarkan oleh operator. Pada kanal 2.3 Ghz, seharusnya pemerintah dapat melakukan lelang per 30 MHz agar bisa apple-to-apple dengan operator yang telah beroperasi di pita tersebut, yakni Smartfren.

“Jika pemerintah mau memberikan equal treatment kepada seluruh pelaku usaha telekomunikasi di frekuensi 2.3 Ghz, harusnya Kominfo bisa melelang 30 MHz. Tujuannya agar kualitasnya sama dan menciptakan equal playing field,” terang Ian.

(tyo)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER