Mengoperasikan PXC 550 sebenarnya mudah saja bila merujuk pada manual yang tersedia. Untuk mengaktifkan benda ini, kita cukup memutar earcup, menggeser tombol bluetooth ke posisi standby (letak tombol bluetooth di headphone ini agak merepotkan), pasangkan ke bluetooth di perangkat lain, dan putar lagu kesukaan.
Tapi entah kenapa ketika menjajalnya pertama kali, headphone ini begitu sulit untuk dipasangkan, entah itu lewat bluetooth maupun NFC. Layar gawai kerap menunjukkan headphone menolak koneksi.
Kesulitan itu terjadi tidak hanya di ponsel cerdas, tapi juga di perangkat lain seperti komputer atau laptop.
Singkat cerita, headphone berhasil terkoneksi dengan ponsel cerdas. Lalu ketika suara musik menghantam telinga, ketidaknyamanan sebelumnya seketika termaafkan. Sebab pertama kali berhasil memakainya, kualitas audio dari PXC 550 ini sungguh terasa magis.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Suaranya jernih, sangat detail, dengan komposisi yang begitu seimbang. Berkat headphone ini, ada suara-suara yang baru terdengar di lagu-lagu yang sudah lama dikenal. Sayangnya, audio PXC 550 ini bukannya tanpa cela.
Sebelumnya sempat disebutkan komposisi suara di headphone ini begitu merata, seakan pengaturannya dibuat agar tidak ada satu jenis suara yang dominan.
 Foto: CNN Indonesia/Bisma Septalisma |
Akan tetapi hal ini mungkin tak akan disukai bagi para penikmat headphone dengan rasa bas yang dominan. Selain bas yang kurang bertenaga, suara yang dihasilkan oleh PXC 550 ini juga kurang 'galak'.
Suara dari headphone ini rasanya begitu 'jinak'. Terkadang di lagu-lagu tertentu, suara yang keluar terkesan 'mendem'.
Tak jarang untuk mendapatkan pengalaman terbaik, kami menyetelnya di volume tertinggi dan karenanya agak kurang nyaman.
Sebenarnya Sennheiser menawarkan konfigurasi audio yang lebih beragam di aplikasi CapTune yang bisa diunduh di Play Store atau App Store. Akan tetapi aplikasi itu tak banyak menolong.
Pertama, aplikasi ini penuh bug. Kedua, aplikasi tersebut tak terhubung dengan layanan musik populer seperti Spotify atau Apple Music.
Kualitas audio dari PXC 550 terbantu juga dari noise cancelling yang berhasil menyaring bising dengan cukup baik dan ini tidak berlaku ketika memutar musik saja, tapi juga saat dipakai menelepon.
Sennheiser membekali perangkat ini dengan dua level noise cancelling. Meski suara bising yang disaring cukup banyak, PXC 550 tidak meredam seutuhnya bising itu.
Namun, ini justru membantu jika dipakai berkegiatan di ruang publik. Misal ketika di commuter line, noise cancelling tidak menghalangi kuping kita untuk mendengar pengumuman dari masinis asal volume tidak disetel ke level maksimal. Lagipula, fitur noise cancelling itu bisa dinonaktifkan.
Sisi positif lain dari PXC 550 adalah daya tahan baterainya. Sennheiser mengklaim headphone ini bisa dipakai hingga 30 jam. Selama memakai headphone ini, memang betul perangkat jarang sekali butuh dicharge.
 Sennheiser mengklaim headphone ini bisa dipakai hingga 30 jam. (Foto: CNN Indonesia/Bisma Septalisma) |
Kesimpulan
Plus
- Suara jernih dan sangat detail.
- Earcup nyaman, empuk, dan tidak membuat kuping cepat lelah.
- Daya tahan baterai.
- Kendali dengan gestur sentuhan menimbulkan kesan modern dan stylish.
- Tersedia kabel jack audio sebagai opsi tambahan.
Minus
- Suara yang dihasilkan kurang "nendang", terutama di bagian bas.
- Touchpad kurang responsif, selalu ada jeda sepersekian detik saat mengoperasikannya.
- Pairing bluetooth atau NFC sulit.
- Tombol aktivasi bluetooth sulit dijangkau.
- CapTune, sebagai aplikasi bawaan dari Sennheiser, tidak tersambung ke aplikasi musik seperti Spotify.
- Harga cukup mahal ketimbang produk sejenis dari kompetitor seperti headphone Bose QC35.
Terlepas dari kekurangannya, kualitas audio dari Sennheiser PXC 550 tidak main-main. Catatan negatif di sana-sini tidak bisa menutupi kejernihan suara dan kenyamanan headphone bluetooth tersebut. Namun, harganya yang sedikit lebih mahal dari kompetitor dapat menjadi sandungan untuk memboyong PXC 550.
(age)