Jakarta, CNN Indonesia -- Sebuah telepon pintar dirakit dengan proses yang panjang dan rumit. Prosesnya di pabrik melibatkan tangan banyak orang dan keahlian mereka.
CNNIndonesia.com belum lama ini mendapatkan kesempatan untuk mendatangi pabrik ponsel pintar PT Sat Nusapersada di Batam. Pabrik yang memiliki hampir 5 ribu pegawai ini memiliki kapasitas pembuatan ponsel hingga jutaan unit per bulan.
Stanly Joseph, Manager Domestic Project, PT Sat Nusapersada, menjelaskan bahwa pabriknya mampu mengerjakan ponsel baik dengan proses
Semi Knock Down (SKD) maupun
Completely Knock Down (CKD).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Proses SKD disebutnya lebih cepat karena pabrik hanya melakukan perakitan akhir di mana seluruh komponen sudah diimpor sebelumnya dari pabrik lain.
Hanya membutuhkan 12-13 tahapan proses untuk menggabungkan
mainboard,
sub board, dengan komponen lain untuk menjadikan sebuah ponsel layak dikirim ke distributor.
"Berbeda dengan CKD yang prosesnya jauh lebih panjang dan rumit ketimbang SKD. Di CKD ada 50-60 proses karena yang diimpor adalah komponen yang belum dirakit sama sekali," lanjutnya.
 Foto: CNN Indonesia/Kustin Ayuwuragil |
Perakitan CKDProses perakitan CKD bermula ketika vendor ponsel mengirimkan komponennya mulai dari PCB (papan rangkaian) hingga
chipset,
slot microSD dan kartu SIM. Material mentah tersebut diperiksa kualitasnya dan diberi penomoran.
PCB kemudian diberi lem tembaga basah agar siap dipasangi komponen kecil-kecil oleh mesin. Pemasangan komponen ini tak hanya rumit tetapi juga melalui pengecekan berkali-kali sebelum akhirnya lem tembaga dipanaskan agar komponen menempel sempurna. Komponen tersebut menjadi
main board ponsel.
Selanjutnya,
main board tersebut akan digabungkan dengan komponen lain seperti sensor, kamera,
speaker, layar, hingga baterai. Pemasangan ini dilakukan dari satu tangan operator ke tangan lainnya dengan teliti.
 Foto: CNN Indonesia/Kustin Ayuwuragil |
Pengecekan Setelah semua komponen terpasang dan saling terintegrasi satu sama lain, ponsel akan diisi daya dan disuntik sistem operasi dan program pengecekan. Beberapa pengecekan yang dilakukan seperti memastikan sensor cahaya bekerja, suara, kamera, telepon,
wifi, drop test dan banyak lagi lainnya.
Ponsel juga disiksa selama dua jam dengan dijalankan semua programnya. Proses tersebut dinamakan
aging. Ponsel yang baterainya terlalu panas atau mengalami masalah akan ditolak dan dikembalikan ke bagian
repair untuk dianalisa. Yang lolos kemudian masuk ke proses selanjutnya.
 Foto: CNN Indonesia/Kustin Ayuwuragil |
Proses terakhir adalah
packaging di mana ponsel akan dibungkus dengan kardus, diberikan aksesoris seperti contohnya
charger,
earphone, pembuka
slot hingga panduan pengguna. Yang terakhir, kardus ponsel akan dibungkus plastik agar terlihat premium. Selanjutnya, produk pun siap dikapalkan.
Pengujian berkalaNamun pengecekan kualitas belum berhenti sampai di sana. Pabrik mengambil beberapa sampel produk jadi untuk kembali diuji setiap harinya.
Setiap model juga akan diambil 2 ponsel setiap bulannya untuk menjalani proses penyiksaan ekstrem seperti di jatuhkan dari 1,5 meter, diguling-gulingkan dan diletakkan selama 24 jam di suhu rendah hingga tinggi yang sesuai dengan suhu bumi di empat musim.
Proses panjang ini mungkin membutuhkan investasi besar mencapai US$4 juta per
lane. Saat ini Asus mengoperasikan lima
lane, dengan demikian setidaknya Asus sudah menginvestasikan US$20 juta untuk perakitan CKD di Batam itu.
 Foto: CNN Indonesia/Kustin Ayuwuragil |
Meski mahal, namun keuntungannya adalah vendor dan pabrik bisa mengontrol kualitas ponsel dari hulu hingga hilir. Artinya karena dirakit dari komponen terkecil, mereka lebih mudah mengidentifikasi ketika ada bagian yang tidak berfungsi. Beda dengan sistem SKD yang mengharuskan mereka menginspeksi bagian satu per satu ketika ada bagian yang gagal berfungsi.
Dengan peraturan yang belum sepenuhnya stabil, vendor juga akan bisa memenuhi permintaan pemerintah dengan lebih mudah dan kapan saja diminta. Sayangnya, belum banyak vendor yang mengambil cara ini untuk berbisnis di Indonesia.
Presiden Direktur PT Sat Nusapersada Abidin Hasibuan menyatakan pihaknya dan Asus Indonesia adalah yang pertama melakukan investasi untuk menjalankan tipe produksi tersebut di Tanah Air.
"Saya berani jamin kalau pabrik di Indonesia ini baru Sat Nusa yang punya. Kita nggak bicara pabrik milik vendor sendiri ya, tetapi kalau pabrik baru kami," tegas Abidin saat kunjungan pabrik pada Senin (17/4) di Batam
(eks)