Jakarta, CNN Indonesia -- Fenomena
order fiktif (opik) dikalangan pengemudi transportasi
online dinilai terjadi karena lemahnya sistem keamanan dari pemilik aplikasi (aplikator) seperti
Gojek dan
Grab.
"Aplikasi belum bisa mendeteksi mana perjalanan yang valid dan yang diakali," terang Pratama Persadha, Ketua Cissrec
(Communication & Information System Security Research Center) dalam diskusi soal fenomena order fiktif dan tuyul pada layanan transportasi
online, Rabu (5/6).
Order fiktif ini terjadi ketika pengemudi menipu aplikasi dengan aplikasi fake GPS. Mereka sebenarnya tidak bergerak dari tempatnya, tapi dengan fake GPS mereka bisa tampak sedang berada di lokasi tertentu untuk mengambil order penumpang.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hal ini merugikan karena pengemudi curang ini membuat penumpang menunggu lebih lama, karena sebenarnya lokasi pengemudi jauh dari lokasi yang ditunjukkan fake GPS.
Kelemahan aplikasi
Terkecohnya aplikasi dengan fake GPS ini menurut Pratama lantaran aplikasi transportasi online itu belum bisa mengakses GPS perangkat di tingkat peranti keras.
"Kalau ga bisa langsung akses ke GPS
hardware, sama aja bohong, mau diubah bagaimanapun aplikasinya tetap saja bisa dibohongi aplikasinya," jelasnya.
Ia lantas mencontohkan bagaimana ia hal ini dilakukan oleh Pokemon Go dan WeChat.
Pokemon Go adalah permainan
augmented reality berbasis aplikasi. Pemainnya harus berpindah tempat untuk mengumpulkan pokeball.
Tapi, pemain yang malas bisa mengakalinya dengan fake GPS, sehingga mereka bisa dianggap tengah berjalan oleh aplikasi. Walau sebenarnya mereka tak bergerak dari tempat duduk.
Pokemon Go lantas mengatasinya dengan langsung mengakses
hardware GPS. Sehingga, pengguna tak bisa mengakali lagi dengan fake GPS. Cara lain adalah dengan mendeteksi lokasi asli pengguna lewat triangulasi BTS.
(eks/eks)