INDEF: Order Fiktif Lebih Banyak di Gojek Ketimbang Grab

JNP | CNN Indonesia
Jumat, 08 Jun 2018 09:16 WIB
Survei yang dilakukan oleh INDEF mencatat order fiktif yang dilakukan sopir transportasi online lebih banyak terjadi di Gojek dibandingkan Grab.
Survei INDEF mencatat order fiktif banyak ditemui di aplikasi Gojek dibandingkan Grab. (dok. CNN Indonesia/Safir Makki)
Jakarta, CNN Indonesia -- Order fiktif (opik) belakangan jadi momok bagi layanan transportasi berbasis aplikasi. Bukan tanpa alasan, tindakan curang ini membuat pengemudi seolah-olah sedang mengantarkan penumpang, padahal tidak demikian.

Survei yang dilakukan Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) menemukan hampir dua dari tiga pengemudi Gojek mengetahui bahwa ada rekan mereka yang pernah jadi pelaku opik. Sekitar 54 persen responden mengaku mengetahui alasan dibalik tindakan itu tak lain untuk mendongrak performa dan mengejar insentif.

Direktur program INDEF Berly Martawardaya menduga ada beberapa dari 61 persen tersebut merupakan pelaku opik. Pasalnya, tidak mungkin ada responden yang blak-blakan mengakui bahwa mereka pernah melakukan kecurangan atau tidak.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

INDEF juga mencatat sekitar 42 persen responden mengatakan order fiktif paling sering ditemukan di aplikasi Gojek. Sedangkan 28,3 persen kelakuan curang serupa ditemukan di Grab. Sebanyak 56,9 persen responden mengatakan jika perusahaan mengetahui aksi curang itu dan memberikan sanksi pada pelaku opik.

Dibanding Gojek, Berly menyebut sikap Grab lebih tegas dalam menegakkan sanksi. Sekitar 64 persen responden menyebut Grab tahu ada order fiktif dan telah memberikan sanksi, sementara 52 persen lainnya menyebut Gojek telah memberikan sanksi atas tindak curang mitranya.

Di sisi lain, sekitar 37 persen responden beranggapan Gojek tidak mengetahui dan 21 persen lainnya menyebut Grab tak menyetahui adanya aksi curang ini.

"Empat dari 10 mitra pengemudi percaya bahwa perusahaan tidak bisa mendeteksi order fiktif. Seharusnya tanggung jawab ini diemban oleh penyedia aplikasi ride-hailing dalam memberlakukan sistem keamanan ang lebih ketat untuk memerangi kecurangan," imbuhnya.

Menurutnya, sikap tegas diperlukan agar ada rasa adil bagi sopir yang telah bertindak jujur saat mengejar target. Sekitar 53,1 persen responden mengaku tidak setuju dengan aksi curang order fikti. Sementara 34,3 persen lainnya telah mengingatkan efek samping dari aksi curang ini, dan 12,4 persen lainnya memaklumi tindakan tersebut.

"Selain merugikan perusahaan ride-hailing karena insentif bocor, ada masalah juga dengan sesama sopir. Yang jujur jadi susah untuk jujur. Jangan sampai mereka berpikir buat apa jujur kalau santai saja bisa dapat insentif," imbuhnya..

Survei yang dilakukan INDEF ini melibatkan 516 sopir mobil dan motor milik Grab dan Gojek pada 16 April-16 Mei di Jakarta, bogor, Semaran, Bandung, dan Yogyakarta. Metode survei yang digunakan adalah non-probability atau convenient sampling. (evn)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER