Jakarta, CNN Indonesia -- Pengamat media sosial, Ismail Fahmi menyebut bahwa pemungutan suara yang dilakukan dengan
software robot di
media sosial bisa dengan mudah diketahui.
Menurutnya hal itu bisa terdeteksi ketika adanya kenaikan hasil pungutan suara yang tidak alamiah. Kenaikan tiba-tiba ini bisa dideteksi oleh si pembuat
polling. Dalam waktu singkat, serangan robot voting dengan akun robot dilakukan pada saat yang sama.
"Jika tiba-tiba saja, dalam waktu singkat
score perolehan salah satu pilihan dalam voting naik drastis, bisa diduga ada robot polling yang digunakan," jelasnya lewat tulisan di akun Facebook Selasa (15/8) malam.
Hal ini diungkap Ismail menanggapi maraknya tuduhan di media sosial terkait polling pemenangan Capres dan Cawapres untuk
Pilpres 2019. Banyak akun di Twitter yang membuat pemungutan suara soal siapa Capres yang akan dipilih netizen.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Awalnya banyak netizen yang melaporkan kebanyakan polling ini dimenangkan oleh Prabowo-Sandi. Namun belakangan netizen juga mengungkap adanya keanehan lantaran jajak pendapat ini lantas dimenangkan Jokowi-Sandi di detik-detik terakhir. Selain itu Ismail juga melihat tagar yang sempat populer Selasa (14/8)
#JokowiMenang80Polling.
Jasa pemenangan 'polling'
Menurutnya, jasa untuk memenangkan jajak pendapat di Twitter seperti ini memang ada.
"Banyak yang menyediakan jasa ini. Asal punya uang aja," jelasnya.
Ismail menjelaskan lebih lanjut cara kerja bot ini. Si penyedia jasa disebutnya memiliki peternakan bot yang memiliki puluhan ribu hingga ratusan ribu akun Twitter robot.
Ketika mereka melihat ada jajak pendapat Twitter, mereka akan mengerahkan akun-akun yang diternakkan ini untuk melalukan pilihan pada target.
Masa kritikal untuk menyerang adalah menjelang voting berakhir. Robot ini akan dikerahkan dengan sisa kekuatan yang ada untuk memenangkan voting.
Kubu yang tidak siap dengan robot dan hanya mengandalkan user natural, menurut Fahmi pasti akan kalah dalm perolehan suara. Sebab, mereka tak bisa ngejar dalam waktu beberapa menit saja.
Sebab, pengguna yang melakukan jajak pendapat secara alami hanya akan mengisi jajak pendapat sesuai waktu luang mereka saja. Sehingga tidak bisa dibuat cepat pada waktu yang sama.
"Mengikuti keluangan waktu
user. Tapi kalau pakai robot, bisa sangat cepat" tandasnya.
(eks)