Jakarta, CNN Indonesia -- Survei
Facebook Indonesia bersama Bain & Co, mengungkap kelas menengah di era digital menjadi kekuatan utama dalam pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Menurut Leader Bain & Cob Digital Practices APAC Florian Hoppe menyebut 77 persen pelaku bisnis di Asia Tenggara sudah menyadari bahwa masyarakat kelas menengah akan menjadi penggerak di bisnis mereka.
Akan tetapi di Indonesia baru 15 persen yang memiliki rencana matang untuk menjangkau masyarakat kelas menengah ini.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"77 persen pelaku bisnis di Asia Tenggara setuju kelas menengah besar dan tumbuh cepat akan jadi penggerak utama. Tapi hanya 15 persen di Indonesia yang siap untuk menjangkau kelas menengah," kata Florian di Hotel Four Season, Jakarta Selatan, Kamis (27/9).
Untuk masyarakat kelas menengah di luar daerah perkotaan, Florian mengatakan masalah logistik dan pembayaran menjadi masalah utama. Pasalnya masih banyak masyarakat yang tidak memiliki akses perbankan.
" Logistik maupun pembayaran tidak semudah di Pulau Jawa untuk yang di luar Jawa. Mereka melihat logistik menjadi tantangan utama untuk jangkau daerah di luar Jawa," kata Florian.
Florian mengatakan pembayaran juga harus dipikirkan agar masyarakat memiliki banyak opsi untuk melakukan pembayaran.
Dalam kesempatan yang sama, Country Director Facebook Indonesia Sri Widowati berharap survei ini bisa menjadi insight (wawasan( agar pelaku bisnis mempersiapkan diri untuk menjangkau kelas menengah.
"Kami sadar bahwa untuk mengenal konsumen lebih baik bisa tahu solusi. Ada solusi yang relevan dengan keinginan konsumen. Ini membuka mata bisnis. Studi ini agar pelaku bisnis bisa memenangkan konsumen di Indonesia," ucap Sri.
Pada tahun 2022, prediksi Nielsen mencatat jumlah masyarakat kelas menengah diprediksi menyentuh angka 180 juta orang atau hampir setengah dari total 350 juta orang kelas menengah di Asia Tenggara.
Survei ini merupakan kerja sama antara Facebook dan Bain & Co yang dilakukannya dari bulan April hingga Juni 2018. Hasil survei memakan waktu 2000 jam dengan 12 ribu responden di Asia Tenggara. 9 dari 21 kota yang diteliti berasal dari Indonesia (Jakarta, Bekasi, Palembang, Makassar, Malang, Medan, Surabaya, dan Bandung).
(jnp/evn)