Jakarta, CNN Indonesia -- Layanan aplikasi pesan instan yang semakin populer membuat
Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) berencana membuat aturan untuk mengawasi
WhatsApp,
Line, dan lainnya. Di samping aplikasi pesan instan,
startup fintech karena dianggap berkaitan dengan perusahaan telekomunikasi.
Komisioner BRTI Agung Harsoyo mengatakan hal itu dilakukan untuk menjamin keamanan masyarakat dalam bertransaksi.
"Ke depan kami akan melakukan pengaturan 'OTT"
(over the top), (akan membuat) semacam taksonomi, klasifikasi terkait OTT sendiri. Kami akan mulai dari OTT telekomunikasi kayak WA (WhatsApp) dan lainnya yang mensubsitusi layanan-layanan telekomunikasi," jelas Agung kepada
CNNIndonesia.com di Hotel Ayana MidPlaza, Jakarta Pusat, Kamis (20/12).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Agung menjelaskan alasan di balik rencana penyusunan aturan
fintech dan pesan singkat sudah menggantikan bisnis telekomunikasi dan SMS. Menurutnya, sejak 2015 hingga kini kedua layanan tersebut berimbas pada penurunan pendapatan bisnis telekomunikasi setiap tahunnya sekitar 14 persen per tahunnya.
Tak hanya itu, BRTI beranggapan jika industri telekomunikasi mulai sekarang harus memikirkan bisnis yang menyentuh langsung ke masyarakat layaknya
fintech dan aplikasi pesan instan.
Salah satunya layanan yang bisa dioptimalisasi dari bisnis telekomunikasi saat ini adalah sektor fintech yang sebelumnya hanya disentuh oleh perbankan dan perusahaan telekomunikasi.
Sementara itu
fintech kini juga mulai diisi oleh perusahaan
ride-hailing seperti Gojek dengan Gopay dan Grab yang memiliki Grabpay. Hal ini bertujuan untuk menciptakan kesetaran, maka perlu dibuat aturan di bidang
fintech agar masyarakat aman saat bertransaksi.
"Kami akan membuat
playing field level bahwa aturan uangnya sendiri kan aturannya OJK (Otoritas Jasa Keuangan). Akan tetapi agar dia aman dan mudah bertransaksi di mana saja itu mau enggak mau kita harus meregulasi juga karena contoh kalau sedikit nakal kan transaksi dicekik
bandwidth," ungkapnya.
Peraturan itu menurutnya bisa memperkuat
e-commerce yang ditaksir bisa memberi sumbangan besar bagi Produk Domestik Bruto Indonesia. Sejak 2017 hingga 2030, angka konsumsi Indonesia ditaksir mencapai US$1,3 triliun atau sekira Rp19,5 kuadriliun ke angka US$1,9 triliun atau sekitar Rp28,3 kuadriliun.
Usai merampungkan kebijakan terkait
fintech, BRTI akan merambah regulasi untuk operasional Google cs di Indonesia. Hal ini dilakukan lantaran BRTI sebagai wasit telekomunikasi di bawah Kemenkominfo telah diberi kewenangan lebih untuk mengatur lebih banyak cakupan yang berkenaan dengan industri telekomunikasi.
Sebelumnya, Komisioner BRTI I Ketut Prihadi Kresna Murti juga telah menerangkan bahwa pihaknya akan mengatur pencegahan hoaks dan konten yang selama ini hanya digarap oleh Dirjen Aplikasi dan Informatika (APTIKA).
"Pak Semmy [Pangerapan] dengan ruang lingkup di [Ditjen] Aptika, semua komisioner ke situ juga. Domain, pencegahan hoaks, segala macam yang kaitan dengan usulan data server PP 82 itu BRTI juga," ujar Ketut usai pelantikan sembilan KRT BRTI periode 2018-2022 di kantor Kemenkominfo, Rabu.
Kendati demikian, Agung mengatakan bahwa semua rencana itu tak bisa dieksekusi semuanya dalam waktu yang bersamaan. Menkominfo Rudiantara sendiri baru melantik sembilan anggota KRT BRTI yang akan bertugas pada periode 2018-2022.
(kst/evn)