Jakarta, CNN Indonesia -- Kesatuan Niaga Celluer Indonesia (
KNCI) meminta Kementerian Komunikasi dan Informatika (
Kemkominfo) agar mencabut Peraturan Menteri Kominfo Nomor 12 Tahun 2016 yang mewajibkan agar pengguna
kartu SIM meregistrasi Nomor Induk Kependudukan dan Nomor Kartu Keluarga.
"Sebetulnya, tuntutan kita dari 2017 itu jelas, yaitu hapuskan pembatasan registrasi kartu perdana. Ada di pasal 11 PM Kominfo No 12 Tahun 2016," kata Ketua KNCI Azni Tubas saat dihubungi CNNIndonesia.com, Selasa (26/2).
Azni mengatakan penghapusan PM tersebut merupakan bentuk tanggung jawab dari pemerintah yang telah merugikan pedagang pulsa selaku pengusaha Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) di Indonesia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"
Outlet merupakan UMKM yang telah berjasa memajukan industri seluler sejak awal kelahirannya di tanah air, dan mengedukasi masyarakat tentang penggunaan jasa layanan telekomunikasi seluler beserta teknologi internet," kata Azni.
Padahal pelaksanaan registrasi prabayar telah dilakukan lebih dari setahun. Pada akhir Februari 2018, Kemkominfo mengumumkan 305 juta nomor telah teregistrasi dari total 376 juta nomor prabayar yang beredar di Indonesia.
Sebelumnya, KNCI juga telah mengirimkan surat ke Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) akibat hangusnya kartu perdana aktif yang mereka jual pada 21-23 Februari 2019. Dalam surat tersebut KNCI menaksir pedagang pulsa mengalami kerugian Rp500 miliar akibat kartu SIM yang hangus.
Azni menaksir kerugian Rp500 miliar berdasarkan berdasarkan jumlah outlet pulsa di seluruh Indonesia, harga rata-rata kartu perdana, dan jumlah kartu perdana yang hangus.
"Jumlah outlet di Indonesia berdasarkan data operator, ada 300 ribu-an outlet. Angka minimal kartu perdana yang mati tidak terjual anggap sekitar 50 buah dikali 300 ribu outlet, dikali harga rata-rata kartu perdana Rp35 ribu," jelas Azni kepada CNNIndonesia.com, Senin (25/2).
Azni mengatakan kartu SIM yang belum teregistrasi tersebut hangus, dalam artian tidak ada sinyal masuk ketika kartu dimasukkan ke ponsel. Akibatnya kartu SIM tersebut tidak dapat diregistrasi.
Azni menjelaskan sebelumnya kartu perdana tersebut masih aktif sesuai dengan masa aktif. Akan tetapi dinyatakan terblokir karena belum diregistrasi menggunakan Nomor Induk Kependudukan (NIK) dan Nomor Kartu Keluarga (KK).
Terblokir artinya tidak bisa melakukan panggilan telfon, mengirim dan menerima pesan singkat, serta tidak bisa akses internet. Akan tetapi kartu SIM tetap aktif sesuai dengan masa akfit kartu. Kartu ini masih bisa melakukan isi ulang pulsa.
Peraturan registrasi ini juga diperkuat dengan keluarnya Surat Edaran BRTI Nomor 01 tahun 2018 dan Surat Ketetapan BRTI Nomor 3 tahun 2018.
(jnp/eks)