Jakarta, CNN Indonesia -- Pada era digital ini,
influencer dijadikan ujung tombak startup untuk merebut hati konsumen.
Startup di bidang point of sales (POS) Moka membeberkan peran penting
influencer untuk mendapatkan pengguna.
Head of Content Marketing Moka Hilman Desfakhrian menjelaskan
influencer lokal bisa dimanfaatkan untuk menarik perhatian pengguna di tiap-tiap wilayah
influencer tersebut berdomisili.
Bagi Hilman, setiap wilayah di Indonesia memiliki keunikan masing-masing. Oleh karena itu, Moka menyentuh (tap in) pasar dengan menggunakan mikro dan nano
influencer masing-masing wilayah. Tentunya setiap
influencer memiliki fokus konten yang berbeda-beda menyesuaikan wilayah.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kami Business to Business (B2B) jadi kita berurusan dengan Usaha Kecil Menengah (UKM) , dan masing-masing wilayah punya keunikan sendiri. Misalnya di Yogyakarta ada banyak makanan tradisional, di Bandung banyak modern kafe, dan kopi," kata Hilman saat perhelatan Tech In Asia Conference 2019 di Jakarta, Selasa (8/10).
Nano
influencer adalah
influencer yang memiliki yang pengikut di bawah 20 ribu. Kemudian ada yang disebut
micro influencer untuk
influencer dengan pengikut 20 ribu sampai 100 ribu.
Hilman juga mengungkapkan Moka memanfaatkan rekanan dengan nama besar seperti Eatlah hingga Kopi Kulo sebagai
influencer.
Hilman mengatakan Moka memiliki strategi yang berbeda dibandingkan dengan
startup dengan model bisnis Business to Consumer (B2C). Bagi Hilman, B2C butuh untuk menarik jumlah konsumen sebanyak banyaknya.
Di sisi lain, Moka menganut model bisnis B2B sehingga Moka tak perlu terlalu
jor-joran mengeluarkan uang untuk menyewa
influencer kelas premium atau makro.
Jika sudah memiliki di atas 100 ribu pengikut, maka
influencer masuk kategori
macro influencer. Kalau sudah di atas satu atau dua juta follower, influencer disebut
premium influencer.
"Karena kita B2B kita tidak incar
reach sebanyak-banyak, tapi lebih ke arah engagement. Kita ingin menjalin semacam hubungan emosional antara kita sebagai brand dan user," katanya.
Moka merupakan
startup berbasis teknologi yang bergerak di bidang point of sales. Aplikasi Moka Pos melalui iOS dan Android digunakan untuk kasir, baik merchant
online maupun
offline. Oleh karena itu, aplikasi bisa membantu pemilik bisnis dalam mengakses data, seperti laporan penjualan, persediaan, dan komplain dari customer secara langsung.
Saat ini Hilman mengatakan Moka telah memiliki 25 ribu
merchant rekanan di seluruh wilayah Indonesia.
"Sekarang kami ada 25 ribu
merchant. Seluruh Indonesia dari Sabang sampai Merauke. Tapi kami pasti target besar untuk tingkatkan jumlah
merchant terus terusan," ujarnya.
Selain Mokapos,
startup di layanan medtech (
medical technology/ teknologi medis) Halodoc mengklaim menggunakan 500
influencer setiap bulan. Akan tetapi, tidak semuanya berkelas premium. Salah satunya dengan memakai jasa influencer di berbagai universitas di Indonesia.
"Kalau Halodoc sendiri kita hampir 500 influencer per bulan. Tapi, semuanya bukan selebriti. Kita pakainya lebih banyak nano dan micro influencer," kata Vice President Marketing Halodoc Felicia Kawilarangsaat perhelatan Tech In Asia Conference 2019 di Jakarta, Selasa (8/10).
Lebih lanjut, menurut Felicia
influencer anak kampus ini
followers-nya paling cuma seribu-dua ribu, tapi mereka adalah anak-anak hits kampus.
"Maksimal kita kasih mereka 100 ribu untuk posting. Ketika Anda berpikir pakai
influencer pasti berpikir berapa juta, ratusan juta, untuk
posting-nya," ujar Felicia.
Menurut Felicia diversifikasi pemilihan
influencer penting. Jangan mengambil 100
influencer yang berasal dari kalangan artis semua. Tapi bisa dikombinasi seperti 20 artis dan 300 lainnya dengan nano dan mikro.
"Saya tidak pikir selebriti sudah tidak penting. Tapi itu tergantung pada objektifnya. Jadi,
influencer yang namanya sudah gede penting. Karena reach-nya lebih banyak, dan pasti banyak orang yang melihat artis," katanya.
(jnp/age)