Polusi Udara PLTU Batu Bara Jabar dan Banten Kepung Jakarta

CNN Indonesia
Selasa, 11 Agu 2020 23:01 WIB
Laporan terbaru merilis polusi di Jakarta terbanyak bersumber dari emisi tak bergerak PLTU dan pabrik dari Banten dan Jawa Barat.
Ilustrasi polusi di Jakarta. (Sajjad HUSSAIN / AFP)
Jakarta, CNN Indonesia --

Laporan terbaru yang diluncurkan oleh lembaga penelitian CREA (Centre for Research on Energy and Clean Air) mengungkap polusi di Jakarta turut disumbang dari sumber emisi tak bergerak dari Banten dan Jawa Barat. Emisi dari Banten dan Jawa Barat yang disebut polusi lintas batas ini, terbawa angin ke Jakarta.

Sebelumnya,  transportasi darat di Jakarta ini diyakini sebagai sumber utama emisi yang memicu pencemaran udara. Namun laporan ini menunjukkan bahwa sumber emisi tidak bergerak ternyata memberi sumbangan yang cukup signifikan terhadap beban polusi di kota Jakarta.

Sumber emisi tidak bergerak ini, seperti pembangkit listrik uap batu bara (PLTU Batu Bara), pabrik, dan fasilitas industri lainnya

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Pada bulan-bulan kering Mei hingga Oktober, ketika tingkat pencemaran keseluruhan di kota ini paling tinggi, sumber-sumber dari PLTU Batu Bara dan pabrik industri di sebelah timur Jakarta dari Bekasi, Karawang, Purwakarta hingga Bandung akan memberikan dampak yang lebih besar pada kualitas udara," ungkap Analis CREA, Isabella Suarez saat konferensi virtual, Selasa (11/8).

Kondisi meteorologi di Jawa Barat merupakan faktor dalam pergerakan lintas batas pencemar. Kecepatan angin, suhu, kelembaban, dan curah hujan dapat memengaruhi konsentrasi dan penyebaran pencemaran udara dari sumber aslinya.

CREA menggunakan model HYSPLIT yang dikembangkan oleh U.S. NOAA, didasari oleh data cuaca dari 2017 hingga 2020 untuk menghasilkan pola aliran udara dan lintasan angin yang berbeda untuk dua musim Indonesia.

Pemodelan menunjukkan bahwa dalam tujuh bulan musim hujan (November hingga Mei), angin datang dari arah timur laut dan tenggara, membawa emisi dari sumber emisi di Sumatera Selatan, Lampung, Banten, dan Bogor di Jawa Barat.

Pada musim kemarau (Juni hingga Oktober), lintasan angin lebih sering datang dari Jawa Barat. Hal ini menunjukkan bahwa sumber emisi di timur dan tenggara Jakarta memiliki dampak yang lebih besar pada kualitas udara di musim kemarau.

Sebuah kajian mendalam pada 2008 tentang dampak angin laut dan darat menunjukkan bagaimana pencemaran udara dipindahkan oleh kedua angin ini ke Jakarta.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebelum angin harian darat dan laut, konsentrasi NO2 dan SO2 tertinggi berada di daerah sumber emisi di Jakarta bagian pusat dan industri pesisir.

Angin laut meningkatkan konsentrasi pencemar di kota dengan memindahkannya dari pantai ke Jakarta bagian selatan dan ke daerah pegunungan yang lebih jauh.

"Jadi Jakarta ini ibarat busa yang menyerap polusi, angin bukannya menyapu polusi ke laut, tapi malah ke Jakarta," kata Direktur Eksekutif Yayasan Indonesia Cerah Adhityani Putri.

Analisis berbasis satelit menunjukkan bahwa emisi di provinsi-provinsi ini telah meningkat selama bertahun-tahun, yang akan meningkatkan pencemaran Jakarta, serta tingkat pencemaran lokal.

Ruang udara Jakarta yang telah terpolusi oleh emisi, menjauh  melampaui batas administratif seperti Tangerang, Bogor, Depok, Bekasi, Puncak dan Cianjur. Bahkan meluas hingga Sumatera Selatan, Lampung, dan Jawa Tengah.

CREA mencatat, ada 136 fasilitas industri terdaftar (termasuk pembangkit listrik) yang bergerak di sektor-sektor dengan emisi tinggi di Jakarta dan berada dalam radius 100 km dari batas administratif Jakarta.

Fasilitas industri tersebut sebanyak 16 unit berlokasi di DKI Jakarta; 62 di Jawa Barat, 56 di Banten, satu di Jawa Tengah dan terakhir di Sumatera Selatan.

Dari inventarisasi emisi untuk Banten, Jawa Barat dan Jakarta didapati bahwa Banten dan Jawa Barat memiliki emisi PM2.5, SO2 dan NOx yang jauh lebih tinggi. Banten dan Jawa Barat memiliki  emisi yang lebih tinggi dua kali lipat atau bahkan empat kali lipat dibanding Jakarta.

Emisi berbahaya itu sebagian besar disebabkan oleh industri dan pembangkit listrik.

CREA menyebut angin menjadi salah satu faktor yang membawa pencemaran pembangkit listrik Surabaya ke Jakarta. Hal itu menyebabkan konsentrasi PM2.5 yang tetap tinggi di Jakarta di kala pandemi Covid-19. 

Konsentrasi polutan masih tinggi meski terjadi pengurangan besar-besaran dalam lalu lintas lokal dan aktivitas perkotaan pasca penerapan Pembatasan Sektor Berskala Besar (PSBB).

Dalam laporannya, CREA menjelaskan bahwa faktor meteorologi seperti lintasan angin memengaruhi penyebaran pencemar seperti NO, SO2 dan PM2.5.  Arah angin ini mengarah ke Jakarta.

"Lebih dari itu, melalui pantauan satelit, peneliti melihat wilayah padat industri tersebut berada pada lokasi yang sama dengan titik konsentrasi NOx dan SO2 di Jawa," imbuh Isabella.

Emisi pencemar udara di Jakarta, dan juga di provinsi-provinsi sekitarnya, telah meningkat hingga  memperburuk kualitas udara dan menghambat upaya perbaikan kualitas udara itu sendiri.

Hal itu terlihat dari data sepanjang tahun 2018, pemantauan PM2.5 di Jakarta mencatat ada 101 hari dengan kualitas udara "tidak sehat" dan 172 hari pada tahun 2019.

(jnp/dal)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER