Pakar media sosial dari Drone Emprit, Ismail Fahmi mengatakan tren perbincangan Omnibus Law Cipta Kerja (RUU Ciptaker) di internet bergolak setelah DPR memutuskan untuk membawa pengesahan aturan itu ke rapat paripurna.
Padahal selama ini perbincangan tentang RUU Cipteker ini cukup rendah, dengan hanya 2 ribu cuitan per hari. Tren tersebut melonjak pada 4 Oktober, sehari setelah DPR memutuskan membawa pembahasan aturan itu ke rapat paripurna.
Sontak pada 4 Oktober, jumlah cuitan Omnibus Law melonjak ke angka 57ribu. Sebab, pengesahan aturan itu membuat warganet bergejolak. Total ada lima tagar maupun kata kunci tentang Omnibus Law yang masuk trending topic.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tagar #MosiTidakPercaya juga sempat menembus jajaran trending topic worldwide. Hingga saat ini, tagar tersebut masih berada di peringkat pertama trending topic di Indonesia dengan jumlah cuitan sebanyak 1,7 juta.
Pada 5 Oktober, cuitan Omnibus Law berada di angka 50 ribu cuitan hingga pukul 17.00 WIB.
"Kenaikan ini dipicu oleh DPR yang rapat Sabtu (3/10) malam untuk memutuskan nasib RUU ini," kata Ismail lewat akun resminya.
Ismail mengatakan sangat banyak warganet menolak berdasarkan hasil analisa (Social Network Analysis). Ia mengungkap warganet yang menolak Omnibus Law adalah orang-orang yang mendominasi percakapan di Twitter.
Lihat juga:Netizen Ribut soal Drama Mik Puan Maharani |
Kluster Warganet dalam peta SNA ini terdiri dari PKS, Demokrat, Oposisi, Serikat Pekerja, Aktivis, BEM Mahasiswa, LSM, dan Media. Patut diketahui, Demokrat dan PKS merupakan fraksi partai DPR yang menolak mentah-mentah Omnibus Law.
Kendati demikian, Ismail mencatat peta percakapan di Twitter pada pukul 17.00 WIB hingga 22.00 WIB hanya memiliki satu klaster yang kontra dengan Omnibus Law.
K-popers bahkan ikut bersatu dengan akun-akun sebelumnya untuk membuat sebuah klaster kontra Omnibus Law. Salah satu cuitan dari akun K-popers yang paling banyak dibagikan dan didukung oleh oleh akun aktivis lain adalah dari @ustadchen.
"K-popers yang tadinya tidak paham, turut membaca masalah RUU ini. Setelah paham, mereka dalam waktu singkat bersatu mengangkat tagar #MosiTidakPercaya dan tagar lain, sehingga menjadi TT dunia," kata Ismail.
Ismail juga memberi tahu jumlah retweet yang paling banyak diperoleh dalam satu cuitan. Di situ ada nama-nama beken seperti Denny Siregar, Agus Yudhoyono, hingga Andreas Harsono.
Ismail kemudian membeberkan narasi teratas yang dicuitkan dalam tren Omnibus Law.
Narasi tersebut didominasi oleh penjelasan alasan penolakan,dampak jika RUU ini disahkan, menandai partai-partai mendukung pengesahan RUU, pernyataan PKS dan Demokrat yang menolak, serta antisipasi pengesahan oleh DPR.
Ismail mengatakan berbagai tagar muncul dalam tren Omnibus Law. Ismail mencatat ada 10 tagar yang menolak Omnibus Law. Penolakan ini hanya dibalas dengan 1 tagar yang mendukung Omnibus Law.
Meski minim tagar, Ismail menjelaskan ada banyak gambar dengan jumlah retweet besar yang mendukung Omnibus Law. Dalam hal ini, gambar tersebut membahas peran Omnibus Law untuk kepastian hukum dan penciptaan lapangan kerja.
Sementara gambar yang paling banyak di retweet tetap merupakan bentuk penolakan. Mulai dari Telegram Kapolri yang bocor, gambar tagar mosi tidak percaya, poin Ciptaker yang disorot buruh, serta foto bersama tim panja usai berhasil membawa RUU Ciptaker ke paripurna.
Ismail mengatakan total ada 64 ribu akun yang aktif dalam percakapan Omnibus Law. Berdasarkan analisa Sebanyak 66,4 persen berhasil dideteksi status bot-nya.
"Hasilnya keseluruhan postingan berdasarkan bot adalah 1.76. Artinya sangat dekat ke percakapan yang natural," kata Ismail.
Ismail juga tren Omnibus Law di Instagram. Gambar-gambar yang paling banyak disukai adalah gambar yang berisi penolakan Omnibus Law.
Ismail juga membagikan 60 influencer teratas tren Omnibus Law di Instagram. Lima akun teratas adalah @GreenpeaceID, @tempodotco, Kolektifa, marganamahendra (ketua BEM UI) dan bangsa mahasiswa.
Di sisi lain, Ismail mencatat tagar dukungan Omnibus Law di Instagram lebih banyak dari Twitter meski mayoritas tetap menolak penerapan Omnibus Law.