Namun, gempa bumi sebenarnya tidak secara langsung menyebabkan orang meninggal atau luka. Bangunan yang hancur akibat gempa justru menjadi faktor utama banyaknya korban tersebut.
Ada berbagai faktor yang menyebabkan sebuah bangunan rusak hingga hancur akibat gempa, salah satunya tidak memenuhi standar terkait antisipasi bahaya gempa yang disusun oleh pakar.
Di Indonesia, salah satu rujukan dalam membangun bangunan tahan gempa adalah SNI 1726:2019 tentang tata cara perencanaan ketahanan gempa untuk struktur bangunan gedung dan non-gedung.
Analis Kebijakan Ahli Muda Direktorat Mitigasi Bencana BNPB, Gita Yulianti Suwandi mengatakan Badan Standardisasi Nasional (BSN) telah menetapkan beberapa SNI terkait antisipasi bahaya gempa. Sehingga, pembangunan rumah, gedung, atau jenis bangunan lainnya yang berada di daerah rawan gempa penting untuk memperhatikan persyaratan mutu dalam SNI.
"BSN telah menetapkan beberapa SNI terkait antisipasi bahaya gempa yang disusun bersama Kementerian PU, BNPB, dan K/L terkait lainnya," ujar Gita kepada CNNIndonesia.com, pada 22 April lalu.
SNI 1726:2019 tampak secara spesifik memaparkan dan menjelaskan bagaimana membuat struktur bangunan gedung dan non gedung yang tahan gempa. Misalnya, SNI itu memuat faktor keutamaan gempa dan kategori risiko struktur bangunan.
Kemudian ada penjelasan tentang wilayah gempa dan spektrum respons; persyaratan desain seismik struktur bangunan gedung; struktur dengan isolasi dasar; persyaratan desain seismik pada elemen non struktural; persyaratan desain seismik untuk struktur dengan sistem peredam, hingga persyaratan desain seismik untuk struktur bangunan non gedung.
Selain mengacu pada SNI, Gita menyampaikan masyarakat harus terpapar dan teredukasi informasi umum sebelum membangun bangunan tahan gempa. Masyarakat harus mengetahui risiko bencana yang ada di sekitar tempat tinggal mereka, misalnya mengacu pada analisis risiko pada lamaninarisk.bnpb.go.id.
"Kemudian, melakukan penilaian cepat sederhana untuk bangunan dengan mengisi kuisioner ACEBS pada laman inarisk untuk mengetahui ketahanan rumah yang ditempati," ujarnya.
Gita membeberkan salah satu contoh bangunan tahan gempa adalah bangunan dengan konsep Barrataga. Dia menjelaskan Barrataga adalah model rumah yang digagas oleh Pakar Rekayasa Kegempaan Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, Sarwidi.
Rumah itu bentuknya mirip rumah limas atau joglo. Rumah yang memiliki makna filosofis 'menyelamatkan diri' itu dikembangkan sebagai respon atas gempa di D.I Yogyakarta tahun 2006.
Dia menjelaskan rangka bangunan Barrataga ini terdiri dari beton kolom, balok bawah, balok tepi atas, balok lantai kemudian disambungkan dengan simpul-simpul Barrataga agar tidak patah saat gempa. Kunci pondasinya yang kuat adalah pasir 20 cm sebagai peredam getaran bangunan.
"Aspek terpenting dari pembangunan Barrataga adalah penguatan besi tulangan bangunan yang saling mengait. Fungsi Barrataga sebagai rumah anti gempa akan semakin kuat jika menggunakan kayu atau bambu untuk besi tulangannya," ujar Gita.
Melansir laman resmi, Barrataga adalah singkatan Bangunan Rumah Rakyat Tahan Gempa. Konsep Barrataga mulai dikembangkan sejak tahun 2000 dengan mengacu dasar pada referensi-referensi yang ada sebelumnya.
Barrataga merupakan jenis bangunan rumah tahan gempa tembokan yang dikategorikan dalam kelompok rumah konvensional seperti RIKO (Rumah Instan Konvensional) dan sebagainya.
Barrataga diperkirakan tetap bertahan aman hingga MMI X dan mengalami kerusakan sedang pada MMI XI yang kira-kira setara dengan goncangan maksimum permukaan yang dihasilkan oleh gempa berskala 7,5. MMI adalah satuan untuk mengukur kekuatan gempa bumi.
Panduan bangun rumah aman gempa
Direktorat Jenderal Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum (PU) dan Japan International Cooperation Agency (JICA) diketahui membuat persyaratan pokok membangun rumah yang lebih aman.
Intinya, panduan ini menyarankan agar bangunan tembokan dibangun dengan bingkai beton bertulang. Sementara detail spesifikasi struktur bangunan lainnya adalah sebagai berikut:
1. Bahan bangunan
- Gunakan semen tipe I
- Gunakan pasir dan kerikil bersih
- Gunakan kayu berkualitas baik dengan ciri-ciri: keras, kering, berwarna gelap, tidak ada retak, dan lurus.
- Untuk pondasi, gunakan batu kali yang keras
a. Adukan beton: 1 ember semen + 2 ember pasir + 3 ember kerikil + 1/2 ember air (Perlu diperhatikan penambahan air dilakukan sedikit demi sedikit dan disesuaikan agar beton dalam keadaan pulen (tidak terlalu encer dan tidak terlalu kental)
b. Adukan mortar: 1 ember semen + 4 ember pasir + air secukupnya
2. Struktur utama
a. Fondasi
Gunakan batu kali atau batu gunung yang keras, dengan ukuran sebagai berikut:
Lebar atas: minimal 30 cm
Lebar bawah: minimal 60 cm
Tinggi: minimal 60 cm
b. Beton bertulang (balok pengikat/ sloof, kolom, balok keliling/ ring, dan bingkai ampig)
Beton bertulang menggunakan tulangan utama diameter 10 mm dan tulangan begel diameter 8 mm dengan interval 15 cm. Tebal selimut beton untuk kolom dan balok pengikat/ sloof adalah 1,5 cm. Sedangkan untuk balok keliling/ ring dan bingkai ampig adalah 1 cm.
c. Dinding
Dinding menggunakan pasangan bata dengan tebal siar 1,5 cm
Dinding diplaster dengan campuran 1 semen : 4 pasir dengan tebal 2 cm.
Jarak maksimum antar kolom adalah 3 m atau luas maksimum dinding adalah 9 m persegi
d. Kuda-kuda kayu
- Fondasi - Balok pengikat (sloof)
Angkur Besi ø 10 mm
Jarak maksimum antar angkur 1m
Adukan beton
Batu kosong
Lantai kerja dan pasir
- Balok pengikat (sloof) - kolom
Tulangan kolom dilewatkan ke sloof dengan panjang lewatan minimal 40 D (40 cm)
Begel 8 mm
Tulangan utama 10 mm
Sloof
Pondasi
- Kolom - dinding
Angkur minimal ø 10 mm, panjang minimal 40 cm, setiap 6 lapis batu bata
Begel baja ø 8 mm
Tulangan utama baja ø 10 mm
- Kolom - balok keliling
Tulangan kolom dilewatkan ke balok ring dengan panjang lewatan minimal 40 D (40 cm)
Tulangan utama baja ø 10 mm
Tulangan begel baja ø 8 mm
- Balok keliling (ring) - kuda-kuda
Angkur/ baut tanam minimal diameter 10 mm
Pengikatan kuda-kuda pada balok keliling/ ring dapat juga dilakukan dengan cara berikut: Angkur menggunakan besi diameter 10 mm yang ditanam ke dalam balok keliling/ ring.
Alat untuk membengkokkan angkur: pipa besi diameter minimum 3 inci dengan 2 lubang
- Gunung-gunung (ampig) - kolom
Tulangan sengkang dengan diameter minimal 8 mm
Tulangan utama dengan diameter minimal 10 mm
Jangan lupa untuk memasang angkur bata pada gunung - gunung. Angkur besi minimum 10 mm sepanjang 40 cm, setiap 6 lapis bata
- Ikatan angin
Ikatan angin menggunakan kayu 6/12
Baut diameter 10 mm
4. Pengecoran beton
- Pengecoran kolom
Pastikan cetakan rapat dan kuat/kokoh.
Pengecoran kolom dilakukan secara bertahap setiap 1 m
Pada saat pengecoran beton dirojok dengan besi tulangan atau bambu agar tidak ada yang keropos.
Pelepasan bekisting minimal 3 hari setelah pengecoran
- Pengecoran balok
Tulangan dirangkai di atas dinding
Cetakan pada balok gantung harus diberi penyangga
Cetakan dapat dilepas setelah 3 hari untuk balok yang menumpu di dinding dan 14 hari untuk balok gantung.
Menurut Prof. Dr. Ir. Iman Satyarno, Guru Besar Fakultas Teknik UGM, terdapat beberapa tahapan agar bangunan yang sudah kadung berdiri bisa mengurangi kerentanan terhadap gempa.
Pertama, dengan evaluasi cepat secara visual. Setelah itu, dilanjutkan berikutnya dengan tahap evaluasi kegempaan secara rinci.
Kemudian, tindakan pengurangan kerentanan bisa dilakukan melalui perbaikan dan pembongkaran. Namun, jika kinerja bangunan tidak memenuhi syarat kelayakan dan tidak dilakukan perbaikan karena dirasa tidak ekonomis, bangunan sebaiknya diruntuhkan atau diganti dengan yang baru.
Sementara tindakan perbaikan terhadap bangunan yang rentan dilakukan dengan mengurangi beban pada struktur bangunan, memperkuat struktur, dan memperbaiki bagian mekanikal.
Untuk mengurangi beban bangunan, dapat dilakukan dengan mengurangi berat misalnya dengan menggunakan bahan bangunan yang ringan pada atap, mengurangi jumlah lantai, dan pemberian isolasi dasar.
Penguatan struktur rumah sederhana berupa dinding pasang bata bisa dilakukan dengan menggunakan kawat kasa dan pita polipropilena, serta diplester dengan mortar.
"Metode cocok untuk diterapkan pada rumah sederhana yang tidak memenuhi syarat tahan gempa. Di samping pelaksanaannya yang mudah, cara ini juga tidak menghabiskan biaya yang besar," jelasnya.
Penguatan bangunan dengan kawat juga dilakukan oleh Kementerian PUPR lewat penggunaan teknologi lapisan ferosemen. Teknologi lapisan ferosemen sendiri merupakan inovasi Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian PUPR tahun 2017.
Teknologi lapisan ferosemen ini merupakan metode penguatan bangunan rumah dengan dasar pasangan kawat (wiremesh) sebagai lapisan pada dinding pasangan bata.
Cara ini juga untuk menambah kekuatan struktur serta mengurangi atau menghilangkan penggunaan tulangan baja. Metode tersebut dinilai dapat mendukung kekuatan bangunan terhadap gempa.
Melansir laman Indonesia.go.id, teknologi yang mudah diterapkan ini akan menghasilkan struktur bangunan yang lebih kuat, lentur, lebih ekonomis, dan tahan lama, serta mudah diadaptasi.
Sementara untuk bangunan yang tidak sederhana, perkuatan dilakukan dengan melakukan kombinasi dari perlakuan, antara lain, menambah dimensi, bahan baru, atau struktur baru.
"Namun, perlu dicatat bahwa pelaksanaan perkuatan suatu bangunan harus dilakukan dengan hati-hati karena selain bisa mengubah kekuatan, perkuatan yang dilakukan bisa mengubah kekakuan, redaman, dan daktilitas struktur. Bahan yang digunakan untuk memperkuat struktur bangunan harus memiliki modulus elastisitas dan kekuatan yang lebih tinggi dari bahan struktur yang diperkuat," terang Iman, seperti dikutip dari situs UGM.