BMKG Luruskan Soal Suhu Dingin, Bukan Akibat Aphelion
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyebut faktor penyebab suhu terasa lebih dingin belakangan, bukan fenomena Aphelion dimana posisi Bumi berada di titik terjauh dari Matahari.
Lewat akun resmi, BMKG menjelaskan bahwa suhu udara dingin yang dirasakan beberapa daerah di Indonesia, merupakan fenomena alamiah yang biasa terjadi.
"Beredarnya berita yang mengkaitkan hal tersebut dengan "fenomena aphelion" banyak menimbulkan pertanyaan di masyarakat. Fenomena suhu udara dingin biasa terjadi di bulan-bulan puncak musim kemarau (Juli - September)," seperti tertulis dalam keterangan tersebut, Kamis (15/7).
Lebih lanjut, udara dingin di musim kemarau yang terasa di sejumlah wilayah Jawa hingga NTT ditandai oleh pergerakan angin bertiup dominan dari arah Timur yang berasal dari Benua Australia yang dikenal dengan angin muson (monsoon) timur. Angin inilah yang menyebabkan terjadi musim kemarau di wilayah Indonesia.
Lantas mengapa angin muson timur sebabkan kemarau dan udara dingin?
BMKG menjelaskan ada dua penyebab yang membuat udara di Indonesia jadi lebih dingin.
1. Australia sedang musim dingin
Pasalnya, pada bulan Juli, wilayah Australia berada dalam periode musim dingin. Berlawanan dengan kawasan utara Bumi yang sedang mengalami musim panas lantaran Matahari sedang melakukan gerak semu tahunan ke utara.
Karena mengalami musim dingin, maka sifat dari massa udara yang berada di Australia ini dingin dan kering. Selain itu, angin ini juga melewati perairan Samudera Indonesia yang memiliki suhu permukaan laut juga relatif lebih dingin saat berhembus ke arah Indonesia.
Akibatnya, suhu di beberapa wilayah di Indonesia terutama bagian selatan khatulistiwa (Pulau Jawa, Bali dan Nusa Tenggara) terasa juga lebih dingin.
2. Curah hujan berkurang
Secara fisis, uap air dan air merupakan zat yang cukup efektif dalam menyimpan energi panas. Selain itu, adanya tutupan awan juga mampu meningkatkan suhu atmosfer yang ada di bawahnya agar udara tetap hangat.
Tetapi, karena curah hujan dan tutupan awan berkurang selama musim kemarau di Pulau Jawa, Bali, NTB, dan NTT, maka membuat berkurangnya kandungan uap air di atmosfer dan tutupan awan.
Akibatnya, radiasi yang dilepaskan oleh bumi ke luar angkasa pada malam hari tidak tersimpan di atmosfer dan energi yang digunakan untuk meningkatkan suhu atmosfer di atmosfer lapisan dekat permukaan bumi tidak signifikan.
Lihat Juga : |
Selain itu kandungan air di dalam tanah menipis dan uap air di udara pun sangat sedikit jumlahnya yang dibuktikan dengan rendahnya kelembaban udara.
Hal inilah yang menyebabkan suhu udara di Indonesia saat malam hari di musim kemarau relatif lebih rendah dibandingkan saat musim hujan atau peralihan.
Peneliti Cuaca dan Iklim BMKG, Siswanto mengatakan fenomena alam ini yang kemudian membuat udara terasa lebih dingin terutama pada malam hari. Kondisi lebih dingin pada periode puncak musim kemarau ini oleh orang Jawa diistilahkan "bediding", umumnya berlangsung dari Juli hingga September.