Metode yang dikembangkan di Laboratorium Nasional Lawrence Livermore itu adalah salah satu dari beberapa cara untuk mencapai fusi nuklir tanpa menggunakan tokamak.
Dikutip Science News, tokamak adalah sebuah mesin yang memproduksi medan magnet untuk mengurung plasma. Alat itu merupakan alat yang paling banyak diteliti untuk memproduksi tenaga fusi termonuklir.
Sebagai gantinya, NFI menggunakan rangkaian penguat sinar laser seukuran tiga lapangan sepak bola untuk memfokuskan sinar laser pada pelet bahan bakar hidrogen dalam "ruang target" logam bulat selebar 10 meter. Laser ini adalah yang paling kuat di dunia, mampu menghasilkan hingga 4 megajoule energi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Metode ini awalnya dirancang agar para ilmuwan dapat mempelajari perilaku hidrogen dalam senjata termonuklir yang disebut bom hidrogen. Tetapi para ilmuwan berpikir hal itu dapat menghasilkan lebih banyak energi dari fusi nuklir.
Namun pengaturan NIF tidak dapat digunakan di pembangkit listrik fusi karena lasernya hanya dapat menyala sekitar sekali sehari, sementara pembangkit listrik perlu menguapkan beberapa pelet bahan bakar setiap detik untuk memodifikasi proses agar digunakan secara komersial.
Lihat Juga : |
Fisikawan plasma Siegfried Glenzer dari SLAC National Accelerator Laboratory di Stanford University, yang sebelumnya bekerja di Livermore, mengatakan kepada The New York Times bahwa para ilmuwan di SLAC sedang mengerjakan sistem laser bertenaga rendah yang menghasilkan listrik jauh lebih cepat.
Glenzer berharap energi dari fusi nuklir akan berkembang dalam upaya menggantikan bahan bakar fosil, yang selama beberapa tahun terakhir didominasi oleh energi surya dan teknologi lainnya.
"Ini sangat menjanjikan bagi kami, untuk mencapai sumber energi di planet ini yang tidak akan mengeluarkan CO2," katanya seperti dikutip NY Times.
Fisikawan Stephen Bodner, yang sebelumnya mengepalai penelitian plasma laser di Naval Research Laboratory di Washington, DC, sangat kritis terhadap beberapa detail desain NIF.
Dia mengaku terkejut dengan hasilnya, yang mendekati "pengapian" pelet, titik di mana ia memancarkan energi lebih banyak atau lebih banyak daripada yang diserapnya.
"Mereka sudah cukup dekat dengan tujuan penyalaan dan titik pusat untukmencapai keberhasilan," kata Bodner.
Meskipun Bodner menyukai desain yang berbeda, "itu menunjukkan bahwa secara mendasar tidak ada yang salah dengan konsep fusi laser," katanya.
"Sudah waktunya bagi AS untuk bergerak maju dengan program energi fusi laser yang besar," ungkapnya.
Sebelum AS, pada Mei lalu China juga mengembangkan Matahari buatan yang dihasilkan fusi nuklir, menghasilkan panas 120 juta derajat Celcius selama 101 detik
Proyek Matahari buatan atau China Experimental Advanced Superconducting Tokamak (EAST) adalah penelitian fusi nuklir untuk meniru proses yang digunakan Matahari untuk menghasilkan energi dalam jumlah besar, di mana panas dan tekanan yang intens bergabung untuk menghasilkan plasma inti atom berfusi.
Lihat Juga : |