Surabaya, CNN Indonesia --
Lembaga Kajian Ekologi dan Konservasi Lahan Basah atau Ecological Observation and Wetlands Conservation (Ecoton) melakukan penelitian di sejumlah sungai nasional yang ada di Pulau Jawa. Hasilnya, ekosistem sungai-sungai tersebut telah tercemar mikroplasik.
Penelitian dilakukan dengan menguji sampel air sungai di Brantas di Jawa Timur, Bengawan Solo di Jawa Tengah, Citarum di Jawa Barat dan Ciliwung di DKI Jakarta.
"Ecoton menemukan semua sample air sungai Pulau Jawa yang diuji menunjukkan adanya mikroplastik, yakni di Kali Brantas, Bengawan Solo, Citarum dan Ciliwung," kata peneliti Ecoton, Eka Chlara Budiarti (26) di Surabaya, Senin (22/11).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Catatan Ecoton, kelimpahan rata-rata mikroplastik sungai Pulau Jawa yakni Bengawan Solo 97 partikel/100L Citarum 62 partikel/100L, Ciliwung 198 partikel/100L dan Brantas 107 partikel/100L.
Eka menyebut kondisi tersebut memprihatinkan, sebab sungai-sungai tersebut merupakan ekosistem yang penting bagi masyarakat.
"Sungai-sungai nasional yang perannya vital bagi Indonesia karena selain sebagai bahan baku PDAM, air sungai di Jawa digunakan sebagai sumber irigasi yang mensuplai lebih dari 50 persen stok pangan nasional," ucapnya.
"Jadi saat ini ada ancaman serius berupa mikroplastik yang mencemari sungai-sungai di Pulau Jawa," tambahnya.
Tak hanya itu, Ia melanjutkan, sejak awal 2021 Ecoton bersama tim Relawan Sungai Nusantara juga melakukan uji sampel air sungai di sejumlah wilayah selain Jawa, untuk melihat kandungan mikroplastiknya.
"Semua sample yang diambil di Sulawesi, Kalimantan, Sumatera, Nusa Tenggara dan menunjukkan semua sample mengandung mikroplastik," ujar dia
Di antaranya yakni sungai di Lampung mengandung 97,8 partikel mikroplastik/100L, kemudian Medan terpapar 251 partikel/100L, Ternate 82,6 partikel/100L, NTT 122 partikel/100L dan Pontianak 124,5 partikel/100L.
Apa ancaman bagi tubuh? Simak di halaman berikutnya..
Peniliti lain Ecoton, Chlara Budiarti menyebut, temuan ini juga merupakan ancaman bagi kesehatan dan pangan manusia, biasanya ditemukan ekosistem sungai hingga di laut.
Sebab mikroplastik adalah plastik kecil yang diameternya tidak lebih dari lima milimeter. Ukurannya yang mikroskopis memungkinkannya untuk masuk ke dalam sistem pencernaan hewan sungai atau laut yang nantinya akan dikonsumsi oleh manusia.
"Kandungan mikroplastik dalam air pada gilirannya akan masuk kedalam rantai makanan melalui air, plankton, benthos, ikan air tawar, ikan laut atau seafood dan masuk kedalam tubuh manusia," kata Chlara.
Chlara masuk dalam kategori endocrine disruption Chemical (EDC) bahan kimia yang bisa menjadi pengganggu hormon.
"Mikroplastik mengandung bahan tambahan seperti phtalate, bhispenil A, alkhyl phenol, pigmen warna dan anti retardan, semua bahan kimia tambahan ini bersifat karsinogenik dan mengganggu hormon," ujarnya.
Gangguan hormon akibat senyawa EDC akan mendorong manusia mengalami gangguan reproduksi, gangguan pertumbuhan, menopause lebih awal, menstruasi lebih awal bahkan saat ini ditemukan adanya penurunan kualitas sperma dan indikasi intersex.
Atas temuan itu, Ecoton pun mendesak pemerintah pusat dan pemerintah provinsi di Jawa untuk segera membuat perda lapangan untuk pengurangan penggunaan plastik sekali pakai
"Pemerintah harus mengendalikan polusi plastik dan masyarakat harus mulai menghentikan penggunaan plastik sekali pakai seperti sedotan, tas kresek, styrofoam, botol air minum sekali pakai dan sachet agar volume sampah plastik bisa berkurang" ujat chlara
Direktur Eksekutif Ecoton Prigi Arisandi mengatakan, dari 8 juta ton sampah plastik/tahun yang dihasilkan penduduk Indonesia, hanya 3 juta ton yang diolah Di TPS, 5 juta ton lain dibakar, ditimbun, dan 2,6 juta ton di antaranya paling banyak dibuang ke sungai.
"Karena salah satu sumber besarnya adalah 2,6 juta ton sampah plastik dari daratan yang digelontor ke laut melalui sungai," pungkas Prigi.