Jakarta, CNN Indonesia -- Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) menanggapi secara positif dibalik Revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). JK mengatakan bahwa segala sesuatu yang direvisi belum tentu memperlemah, namun juga bisa memperkuat. "Diirevisi tidak berarti memperlemah, direvisi bisa berarti memperkuat," kata JK di Kantor Wapres, Jakarta, Rabu (17/6).
Saat ditanya mengenai peluang penghapusan poin penyadapan dalam Undang-Undang KPK, JK menjawab dengan guyonan. "Diperketat aturannya, jangan sampai kau bicara dengan pacarmu juga disadap," kata JK. (Baca juga:
PPP Minta Revisi UU KPK Ditunda)
Sebelumnya Revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi masuk dalam program legislasi nasional (Prolegnas) prioritas 2015. Hal itu diputuskan melalui rapat yang dilakukan Badan Legislasi DPR bersama Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Revisi UU ini sudah masuk ke dalam daftar panjang Prolegnas periode 2015-2019. Namun Yasonna menilai RUU KPK ini perlu dimasukan dalam Prolegnas prioritas 2015 karena UU KPK saat ini dapat menimbulkan masalah dalam upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi. (Baca juga:
Jurus Ruki Selamatkan KPK dari Praperadilan)
"Perlu dilakukan peninjauan kembali seperti penyadapan yang tidak melanggar HAM, dibentuk dewan pengawas, pelaksanaan tugas pimpinan, dan sistem kolektif kolegial," ujar Yasonna di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (16/6).
Soal revisi UU KPK, selain soal penyadapan, Pimpinan Sementara KPK Taufiqurahman Ruki pun mengusulkan agar lembaga antirasuah tersebut memiliki wewenang untuk menghentikan penyidikan alias SP3 (Surat Perintah Penghentian Penyidikan).
Menurutnya, hal tersebut perlu dilakukan demi penegakan hukum. "Dalam konsep awal UU tentang KPK, pimpinan KPK tidak boleh menghentikan penyidikan dalam hal demi hukum, terpaksa juga harus dihentikan," katanya.
Ruki berpendapat, prosedur penghentian tersebut harus dirancang melalui prosedur khusus. Terlebih, perlu ada pertimbangan dan izin dari penasihat lembaga antirasuah.
Sejak berdiri pada tahun 2003, KPK tak pernah menutup kasus korupsi dan membiarkannya mangkrak tak terurus. Polemik kewenangan KPK menangani sejumlah kasus mulai dipertanyakan ketika mantan Kepala Biro Pembinaan dan Karier Polri yang kini menjadi Wakapolri, Komjen Budi Gunawan ditangani oleh lembaga antirasuah.
Budi tak terima perlakukan KPK dan menggugatnya dalam sidang praperadilan. Atas gugatan tersebut, Hakim Sarpin Rizaldi mengabulkan dan menganggap Budi bukanlah penyelenggara negara yang merugikan keuangan negara. Alhasil, Hakim Sarpin menilai komisi antirasuah tak berwenang menangani kasus Budi.
(hel)