PENERIMAAN PAJAK

Menkeu: Seorang Petugas Pajak Repot Urus 8 Ribu Wajib Pajak

CNN Indonesia
Kamis, 20 Nov 2014 14:55 WIB
Setiap satu orang pengawas pajak saat ini harus mengawasi 800 wajib pajak nakal, sedangkan satu account representative harus melayani 8000 wajib pajak.
Dirjen pajak fuad rahmany dan Dirjen Administrasi hukum umum (AHU) Harkristuti harkrisnowo, disaksikan oleh Yunus Husein Ka PPATK, menandatangani nota kesepahaman tentang pemanfaatan database ditjen AHU online dalam rangka mendukung penerimaan negara di kantor pusat Ditjen Pajak, Selasa (13/10). (CNN Indonesia/Agust Supriadi)
Jakarta, CNN Indonesia -- Pemerintah beralasan penyebab utama tidak tercapainya penerimaan negara selama ini adalah kapasitas pegawai Direktorat Jenderal Pajak (DJP) yang terbatas. Saat ini, rata-rata satu petugas DJP harus mengawasi 800 wajib pajak nakal, sedangkan dari sisi pelayanan per pegawai harus melayani 8 ribu wajib pajak potensial.
Kami butuh kerja sama dengan OJK, terutama terkait akses data wajib pajak di perbankanBambang P.S. Brodjonegoro


Menteri Keuangan Bambang P.S. Brodjonegoro menjelaskan saat ini efektifitas pengawasan wajib pajak oleh petugas pajak hanya 18,8 persen, di mana setiap petugas rata-rata harus mengawasi 800 wajib pajak. Sementara dari sisi pelayanan wajib pajak potensial, setiap pegawai pajak di garis terdepan (account representative) harus rata-rata harus melayani 8 ribu wajib pajak.

"Jadi rasio pengawasan wajib pajak terhadap pegawai 800:1, sedangkan rasio wajib pajak yang bayar ke account representative (AR) rasionya 8000:1," jelas Menteri Keuangan Bambang P.S. Brodjonegoro di Istana Negara, Kamis (20/11).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurutnya, komposisi tersebut sangat tidak ideal untuk menjaring penerimaan pajak yang cukup banyak dan tersebar di Indonesia. Bambang membandingkan dengan Jepang, di mana dengan populasi penduduk separuh dari populasi Indonesia, jumlah petugas pajaknya dua kali lipat lebih banyak dari Indonesia.

"Dalam hitungan DJP terjadi kekurangan account representative 30 ribu orang. Kalau bisa dipenuhi, akan membuat penerimaan pajak optimal," katanya.

Kondisi ini, kata Bambang, membuat upaya meningkatkan kepatuhan wajib pajak  badan belum optimal. "Saat ini, hanya 560 ribu wajib pajak badan yang patuh atau hanya 12 persen dibandingkan dengan potensi 5 juta badan usaha yang belum terjaring," ungkapnya.

Berdasarkan laporan DJP per tanggal 14 November 2014, lanjut Menkeu, realisasi penerimaan pajak baru sebesar Rp 812 triliun atau sekitar 75 persen dari yang ditargetkan dalam APBNP 2014.  Apabila melihat sisa waktu yang tinggal 1,5 bulan, maka kemungkinan besar pencapaian DJP hingga akhir tahun tidak mencapai 100 persen dari yang ditargetkan.  

Melesetnya target penerimaan, kata Bambang, sebagian besar terjadi pada setoran pajak penghasilan (PPh) yang selama ini menyumbang 57 persen dari total penerimaan pajak. Sementara untuk pajak pertambahan nilai (PPN) rata-rata menyumbang 47 persen dari total.

Untuk PPh orang pribadi yang otomatis dipotong dari pendapatan bulanan karyawan tercatat sebesar Rp 93 triliun, sedangkan PPH badan atau pemilik usaha hanya sekitar Rp 4 triliun. "PPh badan ini belum optimal dibandingkan dengan PPH orang pribadi," katanya.

Karenanya, Bambang Brodjonegoro menilai perlu dukungan dari instansi penegak hukum dan lembaga negara lain guna menjaring potensi wajib pajak yang lebih luas. DJP saat ini telah bekerjasama dengan Kepolisian dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk menelusuri rekening para wajib pajak. "Kami juga butuh kerja sama dengan OJK, terutama dalam akses perbankan," tuturnya.
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER