PENCARIAN PESAWAT

AirAsia, Maskapai Indonesia Rasa Malaysia

CNN Indonesia
Senin, 29 Des 2014 16:11 WIB
Di awal pembentukannya, saham PT Indonesia AirAsia dikuasai 49 persen oleh AirAsia International Limited dan tiga pemegang saham lokal.
CEO AirAsia Group Tony Fernandes dan Presiden Direktur Indonesia AirAsia Sunu Widyatmoko. (REUTERS/Beawiharta)
Jakarta, CNN Indonesia -- Pesawat AirAsia Qz8501 dinyatakan hilang sejak Minggu (28/12) pagi ketika melayani penerbangan dari Surabaya menuju Singapura. Raibnya pesawat penerbangan berbiaya murah itu tak hanya membuat sibuk Pemerintah Indonesia yang mengerahkan begitu banyak instansi untuk mencari, namun juga mengundang perhatian Pemerintah Malaysia untuk mengulurkan tangan membantu pencarian.

Maklum, AirAsia sendiri awalnya adalah maskapai penerbangan milik Pemerintah Malaysia yang dibeli oleh ekskutif Time Warner, Tony Fernandes, dengan harga simbolik RM 1 pada 2 Desember 2001. Setahun dipegang Tony, perseroan langsung meraup laba berkat terobosan layanan penerbangan berbiaya murah (low cost carrier/LCC) yang tidak banyak pesaingnya ketika itu.

Dalam waktu singkat, AirAsia melalui tagline perusahaan “Now Everyone Can Fly” berhasil membuat jaringan penerbangan yang cukup luas karena kehadirannya diterima oleh banyak penumpang pesawat dari berbagai negara. Tak hanya menjelajah Asia, maskapai yang identik dengan warna merah ini juga melahap rute penerbangan ke beberapa kota di Eropa.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sejalan dengan ekspansi perusahaan, AirAsia mendirikan anak usaha di Indonesia pada 2004 dengan mengakuisisi PT Air Wagon Internasional (AWAIR). AWAIR sebenarnya telah beroperasi di Indonesia sejak 1999 untuk beberapa rute penerbangan domestik. Namun, karena persaingan yang ketat di bisnis aviasi, AWAIR hanya bertahan setahun dan gulung tikar pada 2000.

Ketika memutuskan mengakuisisi AWAIR, Tony Fernandes mengajak beberapa pengusaha lokal membelinya. Sehingga komposisi kepemilikan saham perusahaan ketika beroperasi pertama kali pada 1 Desember 2005 menggunakan nama PT Indonesia AirAsia, terdiri dari 49 persen dimiliki oleh AirAsia International Limited kemudian pemegang saham lokalnya adalah Pin Harris sebesar 20 persen, Sendjaja Widjaja sebesar 21 persen dan PT Fersindo Nusaperkasa sebesar 10 persen.

Single Majority

Dalam perkembangan selanjutnya, pemegang saham lokal Indonesia AirAsia diwajibkan membentuk perusahaan bersama untuk menggabungkan kepemilikan saham yang tersebar ke tiga pihak. Hal tersebut untuk memenuhi ketentuan Pasal 108 ayat (3) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan yang mewajibkan salah satu pemegang modal nasional harus tetap lebih besar daripada pemegang modal asing, atau single majority.

Kendati saham mayoritas Indonesia AirAsia dipegang oleh investor domestik, tetapi kendali manajemen tersebut tetap dipegang oleh induk perusahaannya di Malaysia. Hal tersebut bisa dilihat dari tunduknya manajemen perusahaan kepada Rapat Umum Pemegang Saham AirAsia Berhad yang menentukan strategi pengembangan bisnis setiap kuartalan. Namun, untuk operasional maskapai, AirAsia tunduk dan patuh pada regulasi Indonesia.
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER