Jakarta, CNN Indonesia -- Meskipun terus tumbuh dan berkembang, masyarakat Indonesia dinilai masih belum menganggap asuransi sebagai instrumen investasi yang menjanjikan sampai saat ini. Rumitnya prosedur klaim dan tidak banyaknya produk yang ditawarkan sesuai kebutuhan membuat masyarakat lebih memilih menanamkan uangnya di produk investasi perbankan.
"80 persen nasabah memilih untuk menaruh dana di perbankan karena mereka menganggap lebih mudah untuk investasi perbankan,” ujar Anggota Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat Indah Kurnia dalam seminar sosialisasi Undang-Undang (UU) Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian menggantikan UU Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian, di Jakarta, Senin (19/1).
Indah berharap dengan berlakunya UU asuransi yang baru, masyarakat bisa lebih melihat asuransi sebagai alternatif investasi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non-Bank Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Firdaus Djaelani menyampaikan komitmen OJK mendorong industri asuransi Indonesia. Menurut Firdaus industri asuransi penting dalam hal pengalihan risiko perekonomian dan apabila sehat akan mengurangi kebutuhan penjaminan oleh pemerintah.
"Saya melihat industri asuransi memiliki potensi yang tinggi nantinya," ujarnya. Hal tersebut didukung oleh dinamika industri asuransi yang terus berkembang dan adanya peningkatan permintaan masyarakat atas bentuk-bentuk asuransi, seperti asuransi syariah.
Namun demikian OJK minta industri asuransi untuk berbenah. Firdaus mencatat ada empat program untuk mengarahkan industri asuransi Indonesia menjadi lebih besar. Keempat program tersebut terkait dengan prinsip good governance, peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM), penguatan kapasitas modal, dan penyempurnaan standar kualitas akturia.
Penguatan kapasitas modal industri asuransi menjadi perhatian. Ia menganggap industri asuransi harus ditopang dengan kapasitas permodalan yang kuat agar lebih mampu menyerap besaran risiko.
(gen)