Jakarta, CNN Indonesia -- Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS diprediksi bergerak variatif dalam rentang 12.620-12.600 untuk kurs tengah Bank Indonesia (BI) pada Selasa (19/1), dengan kecenderungan melemah karena belum adanya sentimen positif lanjutan.
Head of Research PT Woori Korindo Securities Indonesia Reza Priyambada mengatakan pasca menguat di akhir pekan kemarin, laju rupiah kembali melemah seiring pelaku pasar melakukan peralihan ke yen yang sedang bergerak menguat.
“Penguatan yen dipicu antisipasi sentimen negatif dari China berupa pengendalian margin trading yang dipersepsikan kemungkinan adanya pembatasan transaksi tersebut,” ungkap Reza seperti dikutip dari riset, Senin (19/1).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dari dalam negeri, Reza menilai sentimen dari penurunan harga BBM belum cukup mampu mempertahankan penguatan Rupiah. Laju Rupiah berada di bawah target level support 12.605. Potensi perubahan masih dimungkinkan, seperti yang sempat kami sampaikan sebelumnya.
“Belum adanya sentimen positif signifikan masih akan membuat laju rupiah variatif dengan cenderung melemah. Tetap perlu mewaspadai setiap potensi perubahan. Rupiah bakal bergerak antara Rp 12.620-12.600 (kurs tengah BI),” jelasnya.
Sebelumnya, Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus Martowardojo memperkirakan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada 2015 berada dalam rentang Rp 12.200-Rp 12.800. Agus menjelaskan tekanan terhadap rupiah masih dipengaruhi oleh perekonomian global terutama data ekonomi AS yang terus mengalami perbaikan. (Baca:
BI Perkirakan Tahun Ini Rupiah di Kisaran Rp 12.200-Rp 12.800)
"Depresiasi rupiah didorong oleh kuatnya dolar AS terhadap seluruh mata uang negara lain," ujar Agus saat rapat kerja dengan Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) di Jakarta, Senin (19/1).
Meski range yang ditetapkan BI terlalu lebar, dia menyebutkan BI melihat masih ada potensi gejolak nilai tukar di tahun ini. "Batas Rp 12.200 oleh pemerintah itu angka yang baik. Angka itu untuk memberikan satu indikasia bahwa perkembangan eksternal masih perlu diwaspadai. Dan kita masih belum bisa mengantisipasi dengan lengkap bagaimana perbaikan ekonomi di AS dan potensi kenaikan FED Fund Rate," ujar Agus.
(gir/gir)