Jakarta, CNN Indonesia -- Bank Dunia ikut bersuara mengenai kebijakan penyertaan modal negara (PMN) dan penolakan DPR terhadap sejumlah badan usaha milik negara (BUMN). Kepala Perwakilan Bank Dunia untuk Indonesia Rodrigo Chaves menilai sikap parlemen tersebut akan menghambat pencapaian target ambisius pemerintahan Joko Widodo di bidang infrastruktur.
"Saya pikir pemerintahan yang baru telah membuat target yang sangat ambisius terkait infrastruktur, setelah negara Indonesia defisit infrastruktur selama bertahun-tahun," ujar Rodrigo Chaves, di Jakarta, Rabu kemarin.
Chaves mengatakan Pemerintah Indonesia harus memutar otak menutup selisih kurang pembiayaan infrastruktur yang timbul akibat penolakan DPR. "Kita harus mencari investasi US$ 550 miliar. Usahanya, kalau tidak dari suntikan dana ke BUMN, melalui APBN, atau melalui pinjaman dari swasta. Itu tiga pilar yang harus dibangun," ujar Chaves.
Apabila cara-cara tersebut tidak maksimal tercapai, menurut Chaves, opsi lainnya adalah dengan memberikan insentif lebih bagi sektor swasta.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jika ada penolakan dari parlemen, Pemerintah Indonesia harus bisa membangun lingkungan bisnis yang mendukung untuk sektor swasta agar mau terlibat investasi lebih," katanya.
Bank Dunia pun mengapresiasi langkah pemerintah untuk mereformasi kebijakan fiskal, yang salah satunya dengan mencabut subsidi atas premium. Tindakan tersebut dipuji sebagai tindakan Jokowi yang paling berani.
"Saya sependapat dengan pernyataan Pak Jokowi dan Jusuf Kalla. Negeri ini butuh infrastruktur untuk mengejar target pertumbuhan ekonomi, langkah reformasi kebijakan yang sudah ditempuh pasti akan memudahkan pemerintah mencapai target itu,"
Bank Dunia memprediksi akibat melemahnya pertumbuhan investasi dan ekspor, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2015 diperkirakan hanya 5,2 persen, sedikit di bawah proyeksi sebelumnya yang dirilis Juli 2014 sebesar 5,6 persen. Perlambatan ekonomi global diyakini Chaves masih akan membayangi pergerakan ekonomi Indonesia.
"Prediksi ke depan kami percaya pertumbuhan ekonomi tahun ini 5,2 persen tidak beda jauh dengan tahun lalu. Situasi sekarang membuat Indonesia harus bekerja lebih keras lagi. Tapi kami berharap kami salah. Tapi 5,2 persen merupakan angka konservatif versi kami," ujarnya.
(ags/ags)