Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno menarik surat revisi usulan penyertaan modal negara (PMN) menyusul penolakan DPR terhadap PT Bank Mandiri Tbk, PT Krakatau Steel Tbk, dan PT Rajawali Nusantara Indonesia (RNI). Dengan pembatalan revisi tersebut, maka proses pengajuan PMN kembali dari awal, dengan jumlah penyertaan Rp 48 triliun bagi 35 BUMN.
“Tiga BUMN itu belum batal, karena surat revisi yang kedua pada Februari saya tarik. Jadi kembali ke penjelasan surat kami pada 12 Januari tentang 35 BUMN. Tapi belum tentu semua dari 35 BUMN itu disetujui,” ujarnya di Gedung DPR, Kamis (5/2) malam.
Sebelumnya, rapat pembasahan PMN dengan DPR batal tanpa adanya kesimpulan. Sebanyak tiga perusahaan pelat merah, yakni PT Bank Mandiri Tbk, PT Krakatau Steel Tbk, dan PT RNI, dikabarkan tidak mendapat suntikan modal dari negara setelah Badan Anggaran DPR menolak usulan pemerintah tersebut. Saat itu, Banggar menilai argumentasinya tidak sesuai dari program Nawacita pemerintah.
“Pada dasarnya kami masih menunggu keputusan dari Komisi VI DPR, dan panja yang ada di dalamnya. Nantinya kalau ada ruang, sebetulnya ada beberapa hal yang bisa diusahakan,” kata Rini.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Rini mengungkapkan kecil kemungkinan bagi pemerintah untuk meningkatkan nilai PMN lebih dari Rp 48 triliun. Namun, jika masih ada ruang dari hasil penetapan dengan DPR nantinya, Rini berharap masih bisa mengajukan perubahan lagi.
“Yang diutamakan tetap pembangunan infrastruktur dan swasembada pangan. Untuk Bank Mandiri kami belum tahu, saya masih harus menunggu. Insya allah masih on track,” jelas Rini.
Untuk diketahui, rapat pembahasan antara Kementerian BUMN dengan Komisi VI DPR pada Kamis (5/2) malam dibatalkan tanpa adanya kesimpulan. Alasannya, beberapa anggota Komisi VI menilai pengajuan surat revisi oleh Menteri BUMN keliru karena tidak sesuai prosedur Undang-Undang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Selain itu, persetujuan dari pihak Komisi VI juga belum final dan masih dalam tahap pleno.
(ags/ags)